Rabu, 06 Oktober 2010

KERJA atau BISNIS?

Sumber: www.AnneAhira.com

Kemarin malam, saya menulis pertanyaan di facebook pada teman-teman, yang mana yang mereka inginkan? Jadi pebisnis atau bekerja untuk sebuah perusahaan? Kurang dari 1 jam saya mendapatkan lebih dari 200 komentar.


Anne Ahira - Facebook


Saya perhatikan dari setiap jawaban, ternyata hampir semuanya menginginkan jadi PEBISNIS. Alasannya bermacam-macam, ada yang berpikir dengan berbisnis uangnya bisa lebih banyak, bisa mengatur waktu sendiri, ada juga yang ingin jadi BOS dan lain-lain.


Pertanyaannya: SUDAHKAH mereka memulai?


Atau hanya 'sekedar keinginan'?


Adalah hal yang sering saya dengar dari banyak orang, mereka mengaku ingin sukses, tapi selalu memiliki alasan, salah satunya ‘tidak ada waktu’ atau 'tidak punya modal'.


Tidak jarang orang mengirimkan email kepada saya, mengaku ingin sukses,  ingin menjalankan bisnis seperti saya, lalu di belakang emailnya dibumbui 'tapi sayang Ahira, saya tidak punya modal' :-)


Sound familiar? :-)


Jika ada orang mengirimkan email seperti itu, saya selalu menjawab:


Teman..


Lapar adalah MODAL untuk mencari makan.


Haus adalah MODAL untuk mencari minum.


Ketidaktahuan adalah MODAL untuk mencari tahu.


Bodoh adalah MODAL untuk menjadi pintar.


Tidak punya 'modal', adalah MODAL untuk mencari dan mendapatkan modal yang Anda perlukan.


JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA! :-)


Saya berani mengatakan seseorang tidak akan pernah bisa menjadi PEBISNIS sukses jika dia tidak bisa atau tidak mau mengusahakan APA yang dia perlukan.


Jika Anda benar-benar ingin menjadi seorang PEBISNIS dan SUKSES, Anda harus siap: Memecahkan setiap masalah yang ada di depan mata, sebelum mengecap yang namanya 'keuntungan'.


Sederhananya, bagaimana kita mau jadi pebisnis, jika pada saat awal saja, dan hanya karena 'tidak punya modal' Anda jadikan alasan untuk tidak bergerak maju.


Anda bayangkan, jika Anda menjadi seorang pebisnis, kita buat saja contoh yang mudah dipahami dan dibayangkan: Saya mendirikan perusahaan PT. Asian Brain di Indonesia dan Asian Brain LLC di Amerika. Perusahaan Asian Brain saat ini memiliki ratusan staff di sana sini. Sebagai pebisnis, saya harus bertanggung jawab di antaranya:


Menggaji ratusan staff setiap bulan. Saya *harus berpikir* bagaimana agar perusahaan tetap berjalan, bisa menggaji ratusan staff setiap bulan dan membuat perusahaan semakin maju.


Saya tidak boleh 'merengek' dan tinggal diam, mengharapkan bantuan dan belas kasihan dari orang lain, melontarkan alasan "Saya ingin berhasil, tapi saya tidak punya modal untuk menggaji staff saya??".


No way...!


Sebagai PEBISNIS, Anda *tidak boleh* punya mental seperti itu. Sebagai PEBISNIS Anda ditantang untuk terus berpikir dan menuntaskan segala permasalahan yang menjadi tanggung jawab Anda, bukan orang lain.


Bagaimana Anda mau jadi pebisnis, jika masalah sendiri Anda lontarkan pada orang lain? :-)


Siapapun yang menjadi Pebisnis, tentunya ingin bisnisnya menjadi besar dan maju bukan? Nah, jika usaha Anda besar, maka tanggung jawab Anda pun akan semakin besar. Tanggung jawab Anda tidak hanya sebatas untuk kepentingan diri sendiri, tapi lebih banyak untuk orang lain. Maka sikap KEPEMIMPINAN pun menjadi mutlak untuk seorang pebisnis.


Menggaji staff hanyalah 'salah satu' dari sekian banyak tanggung jawab yang harus Anda pikirkan pada saat bisnis sudah menjadi besar. Belum memikirkan biaya ini itu, strategi ini dan itu yang harus selalu dipikirkan untuk kelangsungan usaha kita.


Banyak orang hanya membayangkan nikmatnya jadi pebisnis dari segi 'keuntungan', tapi mereka melupakan USAHA dan kerja keras pebisnis dalam keseharian. Kegagalan demi kegagalan yang harus mereka pecahkan, dan mereka tidak pernah berhenti hingga apa yang mereka inginkan tercapai.


Jika Anda ingin jadi pebisnis yang berhasil, bersiap-siaplah untuk menelan ratusan kegagalan di awal, sebelum mengecap keberhasilan pertama.


Jangan melihat asyiknya pebisnis dari keuntungan yang mereka dapatkan. Dari Penghasilan mereka yang miliaran. Lihatlah 'babak belur' nya mereka sebelum mencapai pada posisi sekarang.


Menjalankan bisnis tidak selalu tergantung pada 'modal uang' untuk menjalankannya. Tapi lebih pada pola pikir dan sikap kita yang SIAP akan berbagai macam tantangan.


Teman, kita hidup di dunia nyata, bukan sinetron. Pebisnis sukses tidak hanya asal memberikan tanda tangan, naik mobil mewah dan liburan ke luar negeri.


Yang namanya KERJA KERAS adalah mutlak untuk seorang pebisnis. Berani babak belur di awal. Siapkan mental Anda untuk mengalami kegagalan dan kerugian yang bertubi-tubi. Tidak hanya selalu memikirkan keuntungan.


Belajarlah untuk dewasa di mana Anda benar-benar mau menerima kenyataan bahwa tidak ada yang namanya 'sukses instan' di dunia ini. Tidak ada yang namanya sukses gratisan. Semua diperlukan pengorbanan di awal, jerih payah dan usaha yang sangat tidak sedikit.


Teman, sukses tidak selalu tergantung pada yang namanya ‘uang’ atau perlu modal. Bukankah banyak di antara kita yang selalu mengatakan uang bisa dicari? Dan ITULAH ujian Anda pertama kali sebagai pebisnis! Ayo pecahkan. Bukan dijadikan sebagai alasan.


Ingat, kita telah diberi modal sejak lahir oleh Yang Maha Pemberi Modal, yaitu: akal pikiran. Gunakanlah itu sebagai modal awal dan modal utama Anda.


Ingat selalu rumusnya:


JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA.


Dan tentunya jangan lupa, awali setiap langkah Anda dengan do'a. :-)


---------------
Belajar bisnis bersama Anne Ahira di AsianBrain.com
--------------

KERJA atau BISNIS?

Sumber: www.AnneAhira.com

Kemarin malam, saya menulis pertanyaan di facebook pada teman-teman, yang mana yang mereka inginkan? Jadi pebisnis atau bekerja untuk sebuah perusahaan? Kurang dari 1 jam saya mendapatkan lebih dari 200 komentar.


Anne Ahira - Facebook


Saya perhatikan dari setiap jawaban, ternyata hampir semuanya menginginkan jadi PEBISNIS. Alasannya bermacam-macam, ada yang berpikir dengan berbisnis uangnya bisa lebih banyak, bisa mengatur waktu sendiri, ada juga yang ingin jadi BOS dan lain-lain.


Pertanyaannya: SUDAHKAH mereka memulai?


Atau hanya 'sekedar keinginan'?


Adalah hal yang sering saya dengar dari banyak orang, mereka mengaku ingin sukses, tapi selalu memiliki alasan, salah satunya ‘tidak ada waktu’ atau 'tidak punya modal'.


Tidak jarang orang mengirimkan email kepada saya, mengaku ingin sukses,  ingin menjalankan bisnis seperti saya, lalu di belakang emailnya dibumbui 'tapi sayang Ahira, saya tidak punya modal' :-)


Sound familiar? :-)


Jika ada orang mengirimkan email seperti itu, saya selalu menjawab:


Teman..


Lapar adalah MODAL untuk mencari makan.


Haus adalah MODAL untuk mencari minum.


Ketidaktahuan adalah MODAL untuk mencari tahu.


Bodoh adalah MODAL untuk menjadi pintar.


Tidak punya 'modal', adalah MODAL untuk mencari dan mendapatkan modal yang Anda perlukan.


JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA! :-)


Saya berani mengatakan seseorang tidak akan pernah bisa menjadi PEBISNIS sukses jika dia tidak bisa atau tidak mau mengusahakan APA yang dia perlukan.


Jika Anda benar-benar ingin menjadi seorang PEBISNIS dan SUKSES, Anda harus siap: Memecahkan setiap masalah yang ada di depan mata, sebelum mengecap yang namanya 'keuntungan'.


Sederhananya, bagaimana kita mau jadi pebisnis, jika pada saat awal saja, dan hanya karena 'tidak punya modal' Anda jadikan alasan untuk tidak bergerak maju.


Anda bayangkan, jika Anda menjadi seorang pebisnis, kita buat saja contoh yang mudah dipahami dan dibayangkan: Saya mendirikan perusahaan PT. Asian Brain di Indonesia dan Asian Brain LLC di Amerika. Perusahaan Asian Brain saat ini memiliki ratusan staff di sana sini. Sebagai pebisnis, saya harus bertanggung jawab di antaranya:


Menggaji ratusan staff setiap bulan. Saya *harus berpikir* bagaimana agar perusahaan tetap berjalan, bisa menggaji ratusan staff setiap bulan dan membuat perusahaan semakin maju.


Saya tidak boleh 'merengek' dan tinggal diam, mengharapkan bantuan dan belas kasihan dari orang lain, melontarkan alasan "Saya ingin berhasil, tapi saya tidak punya modal untuk menggaji staff saya??".


No way...!


Sebagai PEBISNIS, Anda *tidak boleh* punya mental seperti itu. Sebagai PEBISNIS Anda ditantang untuk terus berpikir dan menuntaskan segala permasalahan yang menjadi tanggung jawab Anda, bukan orang lain.


Bagaimana Anda mau jadi pebisnis, jika masalah sendiri Anda lontarkan pada orang lain? :-)


Siapapun yang menjadi Pebisnis, tentunya ingin bisnisnya menjadi besar dan maju bukan? Nah, jika usaha Anda besar, maka tanggung jawab Anda pun akan semakin besar. Tanggung jawab Anda tidak hanya sebatas untuk kepentingan diri sendiri, tapi lebih banyak untuk orang lain. Maka sikap KEPEMIMPINAN pun menjadi mutlak untuk seorang pebisnis.


Menggaji staff hanyalah 'salah satu' dari sekian banyak tanggung jawab yang harus Anda pikirkan pada saat bisnis sudah menjadi besar. Belum memikirkan biaya ini itu, strategi ini dan itu yang harus selalu dipikirkan untuk kelangsungan usaha kita.


Banyak orang hanya membayangkan nikmatnya jadi pebisnis dari segi 'keuntungan', tapi mereka melupakan USAHA dan kerja keras pebisnis dalam keseharian. Kegagalan demi kegagalan yang harus mereka pecahkan, dan mereka tidak pernah berhenti hingga apa yang mereka inginkan tercapai.


Jika Anda ingin jadi pebisnis yang berhasil, bersiap-siaplah untuk menelan ratusan kegagalan di awal, sebelum mengecap keberhasilan pertama.


Jangan melihat asyiknya pebisnis dari keuntungan yang mereka dapatkan. Dari Penghasilan mereka yang miliaran. Lihatlah 'babak belur' nya mereka sebelum mencapai pada posisi sekarang.


Menjalankan bisnis tidak selalu tergantung pada 'modal uang' untuk menjalankannya. Tapi lebih pada pola pikir dan sikap kita yang SIAP akan berbagai macam tantangan.


Teman, kita hidup di dunia nyata, bukan sinetron. Pebisnis sukses tidak hanya asal memberikan tanda tangan, naik mobil mewah dan liburan ke luar negeri.


Yang namanya KERJA KERAS adalah mutlak untuk seorang pebisnis. Berani babak belur di awal. Siapkan mental Anda untuk mengalami kegagalan dan kerugian yang bertubi-tubi. Tidak hanya selalu memikirkan keuntungan.


Belajarlah untuk dewasa di mana Anda benar-benar mau menerima kenyataan bahwa tidak ada yang namanya 'sukses instan' di dunia ini. Tidak ada yang namanya sukses gratisan. Semua diperlukan pengorbanan di awal, jerih payah dan usaha yang sangat tidak sedikit.


Teman, sukses tidak selalu tergantung pada yang namanya ‘uang’ atau perlu modal. Bukankah banyak di antara kita yang selalu mengatakan uang bisa dicari? Dan ITULAH ujian Anda pertama kali sebagai pebisnis! Ayo pecahkan. Bukan dijadikan sebagai alasan.


Ingat, kita telah diberi modal sejak lahir oleh Yang Maha Pemberi Modal, yaitu: akal pikiran. Gunakanlah itu sebagai modal awal dan modal utama Anda.


Ingat selalu rumusnya:


JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA.


Dan tentunya jangan lupa, awali setiap langkah Anda dengan do'a. :-)


---------------
Belajar bisnis bersama Anne Ahira di AsianBrain.com
--------------

Rabu, 29 September 2010

PAK KADUK

     Sebermula, maka adalah sebuah negeri bernama Cempaka Seri, rajanya bernama Indera Sari. Maka baginda itu cukup lengkap seperti adap istiadat kerajaan yang lain-lain juga, akan tetapi ada pun tabiat baginda itu terlalulah suka menyombong dan berjudi, sehingga menjadi suatu amalan pada baginda itu. Dengan hal yang demikian, habislah sekalian rakyat seisi negeri itu menjadi asyik leka dengan berjudi juga pada setiap masa tiada sekali-kali mengambil bena kepada mendirikan syariat Nabi Sallallahu alaihi wasalam kerana raja-raja dan orang besar-besarnya terlalu amat suka mengerjakan pekerjaan maksiat itu.

     Maka adalah pula seorang tua sedang pertengahan umur namanya Pak Kadok, tinggal ditepi sungai ujung negeri itu juga. Ada pun akan Pak Kadok ini terlalu dungu serta dengan tololnya. Maka adalah kepada suatu hari Pak Kadok berkata kepada isterinya, aku ini mak Siti ingin pula rasanya hendak pergi menyambung kegelanggang baginda itu kerana terlalulah suka pula aku melihatkan orang menyambung beramai-ramai di situ.

     Mari kita sambung ayam biring Si Kunani kita itu, kerana ayam itu pada petuanya terlalu bertuah. Boleh kita taruhkan kampung kita kepada baginda. Kalau menang kita tentulah kita mendapat duit baginda itu.
Maka ujar isteri Pak Kadok, jikalau begitu baiklah, pergilah awak menyambung, bawa ayam kita itu.
Maka sahut Pak Kadok, jahitkanlah baju dan seluar aku dahulu dari kertas yang baru kubeli ini. Lekaslah menjahitnya.

     Maka kata isterinya, bagaimana awak hendak membuatkan baju dan seluar ini. Jikalau dipakai kelak tentulah carik bertelanjang tengah gelanggang sambungan itu. Bukankah awak malu besar?
Ujar Pak Kadok, tiada mengapa. Buatkan juga lekas-lekas aku hendak pergi.
Setelah itu isteri Pak Kadok pun segeralah mengambil gunting lalu mengguntingkan seluar dan baju itu dengan tiada berdaya lagi.

     Maka kata Pak Kadok, usahlah di jahit, pelekat sahajalah supaya cepat.
Serta lepas digunting oleh isterinya itu dengan sesungguhnya dilekatlah olehnya. Apabila sudah, lalu diberikan kepada Pak Kadok, maka ia pun segeralah memakai pakaiannya sedondon iaitu berbunga tanjung, merah, kuning, hitam dan putih, terlalu hebat rupanya, tambahan pula berkena tengkolok helang menyongsong angin. Apatah lagi tampaknya

     Pak Kadok seperti juara yang maha faham pada sambung menyambung. Setelah sudah bersedia sekaliannya, Pak Kadok pun lalu turun menangkap ayamnya biring Si Kunani itu, serta dengan tabung tajinya, lalu berjalan menuju kegelanggang baginda itu. Selang tiada berapa lamanya, ia pun sampailah ketengah medan menyambung itu.

     Sehingga setelah dilihat oleh baginda akan Pak Kadok datang itu, maka dikenallah oleh baginda seraya bertitah, Hai Pak Kadok, apa khabar? Menyambungkah kita?
Maka sembah Pak Kadok pun segeralah menyembahkan ayamnya itu lalu disambutkan oleh baginda serta diamat-amati.

     Diketahuilah oleh baginda tersangat bertuah ayam Pak Kadok itu. Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, mari kita bertukar ayam. Ambillah ayam beta ini, elok, cuba lihat romannya jalak putih mata, dan ayam Pak Kadok biring Si Kunani sahaja tiada berapa tuahnya.

     Setelah didengar oleh Pak Kadok akan titah baginda menggula dirinya itu, percayalah ia. Maka sembahnya Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, jikalau sudah dengan titah duli yang maha mulia, relalah patik, seperti titah itu sedia terjunjung di atas jemala ubun-ubun patik.

     Pada akhirnya lalu bertukarlah keduanya akan ayam masing-masing. Maka sangatlah sukacita baginda beroleh ayam Pak Padok itu.

     Maka baginda pun bertitah kepada juara-juaranya menyuruh bulang ayam itu. Maka Tok Juara tua pun lalulah membulang balung ayam biring Si Kunani yang bertukar dengan pak Kadok itu mengenakan taji bentok alang serta dengan berbagai-bagai isyarat dan petuanya. Maka Pak Kadok pun segeralah membulang ayamnya bertukar dengan baginda itu, iaitu tuntung tajinya dihalakan kehadapan dan putingnya kebelakang.
Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, apakah taruhnya kita menyambung ayam ini? Soronglah dahulu supaya beta lihat.

    Maka sembah Pak Kadok, Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, patek ini tiada harta apa harta yang ada, hanya kampong sebuah itu sahaja. Jikalau ada ampun dan kurnia kebawah dulu Tuanku, kampong itulah patik gadaikan kebawah duli Tuanku menjadi tanggungan memohonkan berhutang kadar lima puluh rial.

    Maka titah baginda, baiklah.
Lalu dikurniakan oleh baginda wang yang sebanyak permintaan Pak Kadok itu kepada dengan memegang gadaian kampung itu. Telah sudah, baginda pun menyorongkan taruhnya lima puluh rial juga, jumlahnya seratus rial. Maka serta sudah, baginda pun mengajak Pak Kadok melepaskan ayam masing-masing. 

    Sembah Pak Kadok, silakanlah Tuanku.
Maka baginda pun lalulah menguja-uja ayam keduanya itu. Maka naiklah bengis keduanya, serta meremang bulu suak ditengkuknya, lalulah bersama-sama melepaskan ayam masing-masing. Maka ayam biring Si Kunani pun datanglah menggelepur ayam jalak. Dan Si Jalak pun segeralah membalas pula, tetapi kasihan,sungguh pun Si Jalak membalas, percuma saja kerana tajinya dibulang oleh Pak Kadok, juara tuntungnya kehadapan dan putingnya kebelakang. Jadinya bila Si Jalak membalas itu tertikamlah pada dadanya sendiri lalu tersungkur menggelupur ditengah gelanggang itu, kerana dua liang sudah lukanya sekali terkena tikam oleh taji Si Biring dan sekali ditikam oleh tajinya sendiri.

     Setelah Pak Kadok melihatkan ayam jalak sudah mati dan Si Biring itu menang maka ia pun lupalah akan hal ia telah bertukar dengan baginda tadi. Wah apatah lagi ia pun tiadalah sedarkan dirinya seraya bertepuk tangan dan bersorak serta melompat-lompat lalu menyerukan tuah ayamya itu. Maka oleh tersangat bertepuk dan melompat itu, habislah pecah bercarik-carik seluar dan baju kertasnya itu, bercabiran berterbangan oleh angin berkeping-keping kesana kemari bercampang-camping. Maka Pak Kadok pun tinggallah berdiri ditengah khalayak yang banyak itu dengan bertelanjang bogel sahaja.

     Hatta demi dilihat oleh baginda dengan sekalian orang besar-besar dan rakyat, tentera hina dina sekalian akan hal Pak Kadok ini, semuanya tertawa serta bertepuk tangan dengan tempek soraknya kesukaan melihat temasya Pak Kadok itu. Demikian juga baginda pun tertawa bersama-sama.

     Maka ada pun akan Pak Kadok, demi ia melihat sekalian mereka itu habis tertawa, ia pun tercengang pula kerana pada sangkanya mereka itu menumpang kesukaan dirinya itu.
Kemudian apabila ia menoleh kepada tubuhnya, barulah diketahuinya akan dirinya bertelanjang bulat itu. Aduhai! Malunya yang amat sangat lalu ia berkerja lari dengan bersungguh-sungguh hati, lansung pulang ke rumahnya. Maka baginda pun berseru dengan nyaring suaranya. Inilah malang Pak Kadok, ayamnya menang, kampung tergadai.

     Maka baginda dengan sekalian yang ada di dalam medan sabung itu pun kembalilah masing-masing kerumahnya.
Ada pun akan Pak Kadok lari itu tiadalah ia memandang lagi kekiri kekanan. Serta ia sampai kerumahnya seraya terpandang oleh Mak Siti, maka terpanjatlah orang tua itu seraya berkata, Apa kena awak, Pak Kadok seperti orang gila ini?

     Maka oleh Pak Kadok di kabarkannya ialah daripada awal hingga keakhirnya. Serta didengar sahaja oleh isterinya akan hal suaminya itu, ia pun menagislah kerana mengenangkan untungnya yang malang itu dengan berbagai-bagai sungut leternya akan Pak Kadok oleh kebodohannya itu. Maka Pak Kadok pun diamlah terkosel-kosel, tiada berani menjawab akan isterinya lalu ia pergi membuat kerjanya sehari-hari itu juga.
Sekali peristiwa Pak Kadok dijemput oleh orang makan kenduri. Mula-mula datang orang yang dihilir sungai tempatnya tinggal itu mempersilakan Pak Kadok kerumahnya pada esok hari, waktu zohor iaitu makanannya seekor kerbau. Maka katanya Baiklah.

    Setelah mereka itu sudah kembali, ada seketika datang pula orang dari hulu sungai itu menjemput Pak Kadok kerumahnya pada esok hari juga tatkala tengah hari muda, iaitu jamuannya memotong lembu dua ekor pula. Itu pun disanggupnya juga.

     Telah hari malam, Pak Kadok pun tidurlah kedua laki isteri. Ada pun adapt pak Kadok telah lazim padanya setiap pagi memakan nasi dingin yang telah direndam oleh isterinya pada malam itu. Apabila sudah makan nasi yang tersebut itu, barulah ia pergi barang kemana-mana membuat kerjanya.

     Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi pak Kadok pun bangunlah bersiap memakai, lalu turun memikul pengayuh berjalan menuju kepangkalan. Serta dilihat oleh isterinya ia pun menyeru akan suaminya katanya, Hai Pak Siti, tidakkah hendak makan nasi rendam ini lagi? Sementangkan nak makan lembu dan kerbau nasi ini ditinggalkan sahaja.

     Maka sahut Pak Kadok, Tak usahlah, curahkan ketanah biar dimakan oleh ayam kita.
Maka oleh isterinya dengan sebenar nasi itu dibuangnya ketanah, dan Pak Kadok pun turun keperahu lalu berkayuh.

     Ada pun pada masa itu air sungai sedang surut terlalu amat derasnya. Maka Pak Kadok berfikir di dalam hatinya, kemana baik aku pergi. Jika ke hilir tiada penat dan teruk aku berkayuh, hanya menurutkan ayir dihilir sahaja, tetapi kerbau seekor kemanakah padanya. Kalau begitu baiklah aku mudek juga.

     Ia pun lalu berkayuh mudek menongkah air surut itu dengan terbengkil. Apabila penat dia berhenti sambil berfikir pula, dan perahunya hanyut balik kehilir setanjung dua tanjung jauhnya berkayuh pula. Demikianlah hal Pak Kadok, kayuh-kayuh berhenti dengan berfikir juga.

     Beberapa lamanya air pun tenang surut. Hampir akan pasang baharulah Pak Kadok sampai kerumah jemputan itu, tetapi apalah gunanya. Sia-sia sahajalah penat jerehnya itu kerana matahari pun telah zuhur, jamuan itu pulang ke kampung masing-masing.

     Maka apabila terlihat oleh tuan rumah akan Pak Kadok datang itu, ia pun berkata, Amboi kasihannya di hati saya oleh melihatkan penat sahaja Pak Kadok datang, suatu pun tidak ada lagi, yang ada semuanya telah habis.

     Malang sungguhlah Pak Kadok ini.
Telah didengar oleh Pak Kadok, maka ujarnya, sudahlah apa boleh buat. Sahajakan nasib saya.
Maka ia pun berkayuhlah hilir pula, hasratnya hendak mendapatkan rumah yang memotongkan kerbau itu pula, tetapi air sudah pasang deras. Maka Pak Kadok pun berkayuhlah bersungguh-sungguh hatinya menongkah air pasang itu, terbengkil-bengkil di tengah panas terik dengan lapar dahaganya. Tetapi kerana bebalnya itu tiadalah ia mahu singgah kerumahnya langsung sahaja ia kehilir, hendak segera menerpa kerbau yang lagi tinggal itu. Sehingga air pasang hampir akan surut, barulah Pak Kadok sampai kesana pada waktu asar rendah dan sekalian orang jemputan pun sedang hendak turun berkayuh pulang kerana sudah selesai jamuan itu.

     Maka apabila dilihat oleh Pak Kadok akan hal itu ia pun tiadalah hendak singgah lagi kerumah orang kenduri itu, lalu ia memaling haluan perahunya, langsung berkayuh mudek dengan rungutnya seperti baung dipukul bunyinya, kerana terlalu amat penatnya terpaja-paja ke hulu kehilir di tengah panas terik itu, perut pun sudah kebuluran dan mata Pak Kadok naik berbinar-binar, tambahan pula mudek itu pun menongkah juga. Maka pada waktu senja baharulah ia sampai kepangkalannya seraya menambat perahu dan naik ke rumah.
Shahadan, apabila dilihat oleh isterinya akan muka suaminya masam dan diam tiada berkata-kata, maka ia pun menyeru akan Pak Kadok, katanya apakah agak sebabnya orang pergi memakan lembu dan kerbau ini masam sahaja? Apa lagi yang kekurangan? Perut sudah kenyang makan daging.

     Maka berbagai-bagai bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun naiklah metanya, serta mengambil kayu api dan berkata, kenyang memakan kepala bapa engkau. Lalu ia memalu kepala isterinya. Dengan takdir Allah, sungguh pun sekali pukul sahaja, isteri Pak Kadok pun rebah lalu mati. Setelah dilihat oleh Pak Kadok isterinya sudah mati, ia pun merebahkan dirinya disisi isterinya itu lalu menangis mengolek-golekkan dirinya seraya berkata, aduhai malang nasibku ini, sudahlah penat berkayuh kehulu kehilir, mana kebuluran, sampai kerumah isteriku pula mati oleh perbuatanku juga.

     Maka berbagai-bagailah bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun menjemput segala pegawai akan menanamkan isterinya itu.

     Setelah selesai daripada pekerjaan itu, maka Pak Kadok pun berniat hendak pindah dari rumahnya, bertandang duduk barang kemana-mana rumah yang lain, asalkan boleh ia meninggalkan kampung halamannya itu sudahlah, kerana fikirannya dari sebab ia tinggal di rumah dan kampungnya itulah, maka ia beroleh kemalangan yang begitu sialnya. Setelah tetaplah fikirannya yang demikian, maka Pak Kadok pun mengemaskan sekalian harta bendanya lalu diangkatnya turun keperahu. Serta bersedia ia pun melangkah dengan tauhid hatinya meninggalkan kampung halaman dengan rumah tangganya, akan berpindah ke kuala sungai itu menumpang duduk di rumah seorang handainya disana.

     Arakian, Pak Kadok pun membabarkan layarnya seraya menujukan haluan perahunya ke kuala. Tetapi kasihan. Percumalah penat jereh Pak Kadok membentang layar dan mengemudikan perahunya itu, dari kerana sungguh pun pada masa ia menarik layar tadi angin paksa sedang kencang bagus, tetapi serta layarnya sudah sedia, angin pun mati seperti direnti-rentikan oleh yang hasad akan Pak Kadok lakunya. Maka perahu Pak Kadok pun hanyutlah terkatong-katong kehulu kehilir, ketengah dan ketepi menantikan angin. Beberapa lamanya dengan hal yang demikian, hari pun hampirlah akan petang, tubuh Pak Kadok terlalu amat letih dan lesunya. Lama kelamaan datang bebal hatinya serta merampas lalu ia menurunkan layer dan melabuh sauhnya seraya membentangkan kajang berbaring-baring melepaskan jerehnya.

     Maka dengan kudrat Allah yang maha kaya menunjukkan kemalangan nasib Pak Kadok, angin paksa pun turunlah berpuput dengan ugahari kencangnya seolah-olah khianatkan Pak Kadok lakunya. Tetapi sia-sialah sahaja puputan bayu yang sedemikian itu moleknya hingga menjadi paksa yang maha baik dengan sebab kemalasan menjadi kemalangan bagi diri Pak Kadok, hingga ditaharkan perahunya ulang-aling di palu oleh ombak dengan gelombang ditengah sungai itu, seraya berkata Cheh! Angin bedebah ini sahajakan ia hendak menunjukkan makarnya kepada aku. Sedanglah sudah sehari suntuk aku hanyut, tak mahu turun, agaknya oleh tegar hatiku. Biarlah tak usah aku belayar, asalkan puas rasa hati ku. Jangan aku menurutkan kehendak engkau.

     Kemudian ia pun tidurlah dengan terlalu amat lenanya kerana lelah dan kelaparan. Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi Pak Kadok pun bangunlah membongkar sauhnya seraya berkayuh perlahan-lahan seharian itu, hingga petang barulah ia sampai kerumah sahabatnya itu, seraya mengangkat sekalian barang-barangnya naik kesitu. Maka tinggallah Pak Kadok menumpang di rumah handainya itu selama-lamanya dengan tiada sekali-kali ingatannya hendak kembali kekampung halamannya dari sebab bodohnya.

     Maka dari kerana kemalangan diri Pak Kadok itu sentiasa di perbuat orang akan bidalan oleh sekalian mereka pada zaman sekarang dengan seloka, demikianlah bunyinya:
Aduhai malang Pak Kadok! Ayamnya menang kampung tergadai Ada nasi di curahkan Awak pulang kebuluran Mudek menongkah surut Hilir menongkah pasang Ada isteri di bunuh Nyaris mati oleh tak makan Masa belayar kematian angin Sudah di labuh bayu berpuput Ada rumah bertandang duduk.

SANG KANCIL DENGAN HARIMAU

Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.

Burung Bangau Dengan Seekor Ketam

Pada zaman dahulu terdapat sebuah tasik yang sangat indah. Airnya sungguh jernih dan di dalamnya ditumbuhi oleh pokok-pokok teratai yang berbunga sepanjang masa. Suasana di sekitar tasik tersebut sungguh indah. Pokok-pokok yang tumbuh di sekitarnya hidup dengan subur. Banyak burung yang tinggal di kawasan sekitar tasik tersebut. Salah seekornya adalah burung bangau. Manakala di dalam tasik hidup bermacam-macam ikan dan haiwan lain. Ada ikan telapia sepat, kelah, keli, haruan dan bermacam-macam ikan lagi. Selain daripada ikan,terdapat juga ketam dan katak yang turut menghuni tasik tersebut.
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menangkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaannya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasaan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asyik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasik ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- anggukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasik begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatannya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucapkan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.

Pengajaran : Kita tidak boleh bersikap tamak dan mementingkan diri sendiri . Kita hendaklah memikirkan perasaan orang lain .

LABAH-LABAH BUNCIT

Dalam sebuah belukar tinggal seekor labah-labah. Sarangnya lebih besar daripada sarang labah-labah lain. Dahulu bapanya yang membuat sarang itu. Kemudian ia menambah di sekeliling sarang itu.
Labah-labah itu berlari dengan pantas dari tengah ke tepi sarang. Ia menangkap mangsanya. Binatang yang ditangkap segera dimakan. Badannya semakin hari semakin besar. Perutnya buncit. Ia memang kuat makan. Perutnya sentiasa berasa lapar.
Pada suatu hari, datang dua ekor labah-labah. Satu dari arah timur dan satu lagi dari arah barat. Kedua-dua labah-labah mahu menjemput labah-labah buncit makan kenduri. Kenduri itu diadakan pada waktu yang sama. Ia menjadi serba salah. Labah-labah buncit bertanya jiran-jirannya. Mereka juga mendapat jemputan. Jiran di kiri pergi ke jemputan arah barat. Jiran di kanan pergi ke jemputan arah timur. Labah-labah buncit mendapat akal. Ia meminta kerjasama jiran-jirannya.
Labah-labah buncit memberi tali kepada jiran-jirannya. Sesiapa yang makan dahulu tarik tali itu. Ia akan pergi ke sana dahulu. Tali itu diikatkan pada perutnya supaya tidak terlepas.
Kedua-dua labah-labah itu pun pergi. Apabila jamuan dihidang, jiran kanan pun menarik tali dari arah timur. Pada masa yang sama jiran kiri menarik dari arah barat pula. Labah-labah buncit tidak dapat mengikut ke barat. Ia tidak sempat membuka ikatan perutnya.
Kedua-dua jiran labah-labah buncit terus menarik tali masing-masing. Perut labah-labah buncit semakin tercerut. Setelah tidak berjaya menarik, kedua-dua jirannya pun terhenti. Mereka menikmati hidangan. Selepas makan mereka pun pulang.
Mereka mendapati labah-labah buncit pengsan. Mereka cuba membuka tali yang tercerut di perut labah-labah buncit. Sayangnya mereka tidak dapat membuka ikatan itu.
Beberapa hari kemudian labah-labah buncit sedar. Ia berjaya membuka ikatan di perutnya. Sejak itu ia tidak hiraukan makan. Perutnya tidak berasa lapar seperti selalu. Pinggangnya pun ramping bekas kene cerut. Hingga sekarang pinggang labah-labah kecil dan genting.

PERAWAN TUJUH BERADIK

PADA zaman dahulu , kononnya ada sebiji buah yang sangat luar biasa . Pokoknya tumbuh di tengah-tengah lautan yang sangat luas . Sesiapa sahaja yang memperolehi buah itu dipercayai akan menjadi amat bertuah .

Maka tersebutlah kisah seorang pemuda bernama Lenggai . Dia berasal dari Kalimantan Barat . Walaupun Lenggai seorang pengembara yang gagah berani , namun dia selalu ditimpa malang .

Pada suatu hari Lenggai membuat keputusan hendak mencari buah ajaib itu . Dia kemudiannya membina sebuah kapal layar dan belayar menyeberangi lautan . Pelayaran itu sangat sukar tetapi Lengai tetap tidak berputus asa . Walaupun telah beberapa lama belayar , namun pokok yang berbuah ajaib itu belum juga kelihatan . Akhirnya , pada suatu hari , setelah hampir tiga bulan belayar , tiba-tiba kapal Lenggai termasuk ke dalam pusaran air yang sangat kuat . Kapalnya berpusing-pusing dengan ligat sekali .
Lenggai sedaya upaya cuba hendak menyelamatkan kapalnya daripada bencana itu . Lenggai hampir-hampir lemas . Tiba-tiba dari percikan yang disebabkan oleh pusara air itu dia ternampak sebatang pokok yang sangat tinggi . Matanya terpaku ke arah pokok itu . Pokok itu seolah-olah muncul dari pusat pusaran air itu . Dia pasti itulah pokok ajaib yang dicari-carinya selama ini .
Kapal Lenggai hampir ditelan pusaran air itu . Pada detik yang mencemaskan itu Lenggai melompat ke dalam air dan berenang sekuat-kuatnya ke arah pokok itu . Setelah selamat sampai , dia pun memanjat ke sebatang dahan yang selamat daripada pusaran air itu dan dia berehat di situ seketika . Setelah bertenaga semula , Lenggai memandang sekelilingnya dan dia ternampak seekor burung yang sangat besar di salah sebatang dahan yang tertinggi di pokok itu . Cengkaman kuku burung itu sama besarnya dengan genggaman seorang manusia .
" Jika aku dapat memegang kaki burung itu , tentu aku dapat kembali semula ke daratan , " bisik hati Lenggai .
Dia pun mula memanjat pokok itu dari satu dahan ke satu dahan sehingga dia berada kira-kira sehasta dari tempat burung itu hinggap . Dengan secepat kilat dia menyambar pergelangan kaki burung itu dan bergayut di situ sekuat-kuatnya . Burung besar itu sama sekali tidak menyedari akan apa yang berlaku kepada dirinya . Setelah beberapa lama kemudian burung itu pun terbang membawa Lenggai yang bergayut pada kakinya . Burung itu terbang dan terus terbang menyeberangi lautan dan merentasi daratan , sehingga Lenggai menjadi sangat letih dan tidak berdaya lagi . Akhirnya burung itu ternampak beberapa ekor lembu . Burung itu melayang turun dan secepat kilat menyambar seekor lembu .
Pada ketika itulah Lenggai melepaskan pegangannya dan jatuh ke tanah dengan selamatnya . Lenggai memerhatikan kawasan di sekelilingnya . Dia sangat hairan melihat kawasan di situ . Lenggai belum pernah melihat tempat yang sebegitu cantik , pokok-pokok menghijau dan berbuah lebat dengan bunga-bunga kembang berseri . Lenggai terus berjalan dan akhirnya dia tiba di suatu lorong yang ditumbuhi bermacam jenis bunga yang berwarna-warni . Dia mengikuti lorong itu lalu terjumpa sebuah rumah yang indah . Lenggai terus masuk ke dalam rumah itu dan dilihatnya seorang perawan sedang menyediakan makanan .
"Oh!"
Gadis itu sangat terperanjat meliha t Lenggai berada di dalam rumahnya .
"Jangan takut , saya tidak akan mengapa-apakan kamu . Saya tidak tahu di mana saya sekarang . Saya memerlukan makanan dan tempat tidur untuk malam ini , " terang Lenggai .
Perawan itu mempersilakan Lenggai duduk dan dia memberikan Lenggai sedikit makanan . Ketika Lenggai sedang makan , perawan itu menceritakan bahawa dia adik bongsu kepada tujuh orang adik-beradik yang tinggal dalam rumah itu . Enam orang kakaknya telah keluar bekerja di sawah . Lenggai pula kemudiannya menceritakan apa yang telah dialaminya . Lewat petang itu keenam orang kakak perawan itu pun pulang . Mereka semuanya sangat senang hati menerima kedatangan Lenggai dan melayaninya dengan baik .
Semenjak hari itu Lenggai pun tinggal bersama-sama perawan tujuh beradik itu. Setiap hari apabila keenam-enam perawan itu pergi ke sawah, Lenggai tinggal di rumah menjaga adik mereka yang bongsu itu. Setelah beberapa lama perawan bongsu jatuh cinta kepada Lenggai.Pada suatu hari dia memberitahu akan perasaannya itu kepada kakak-kakaknya. Mereka semuanya bersetuju perawan bongsu berkahwin dengan Lenggai. Lenggai juga bersetuju dengan cadangan itu.
"Kamu nanti akan menjadi sebahagian daripada keluarga ini," jelas kakak yang sulung.
"Sekarang masanya telah tiba untuk kamu mengetahui bahawa sebenarnya kami tujuh beradik daripada Bintang Tujuh. Adik bongsu kami ini dinamakan Bintang Banyak. Saya tidak boleh memberitahu kamu lebih daripada ini. Sayangilah adik bongsu kami ini kerana dia sangat kami sayangi."
Maka seminggu kemudiannya, majlis perkahwinan Lenggai dengan Bungsu Bintang Banyak pun diadakan. Ramai orang kampung di rumah-rumah panjang yang berdekatan dijemput untuk meraikan majlis itu.Beberapa tahun berlalu. Lenggai dan Bungsu Bintang Banyak mendapat seorang anak laki-laki yang diberi nama Selamuda. Lenggai menjaga anaknya itu dengan penuh kasih sayang sementara isterinya dan kakak-kakaknya bekerja di sawah.Sememangnya sejak awal lagi, Lenggai telah diberi amaran supaya tidak membuka penutup tajau yang terletak di sudut rumah itu.
"Wahai suamiku, berjanjilah bahawa abang sama sekali tidak akan membuka penutup tajau ini," pesan Bungsu Bintang Banyak.
"Jika abang membukanya juga, akibatnya amatlah buruk sekali."
Lenggai mematuhi kata-kata isterinya. Walau bagaimanapun, oleh kerana selalu diingatkan berulang kali, Lenggai berasa ada sesuatu yang ganjil dalam tajau itu. Perasaan ingin tahunya datang dengan mendadak.
Pada suatu hari hanya Lenggai dan anaknya sahaja yang tinggal di rumah. Lenggai merenung tajau itu beberapa kali. Perasaan ingin tahunya memuncak dan Lenggai tidak boleh bersabar lagi. Dengan cermat dia membuka penutup tajau itu. Alangkah dahsyatnya! Melalui mulut tajau itu dia dapat melihat beribu-ribu orang manusia sedang sibuk menanam padi. Apa yang anehnya mereka kelihatan jauh sekali di bawah. Lenggai menyedari kini dia berada di suatu tempat yang tinggi, seolah-olah di sebuah negeri di awang-awangan.Lenggai runsing sekali dengan apa yang dilihatnya. Dia tahu siapa mereka itu. Merekalah manusia di bumi dan semuanya sedang bekerja dengan tekun.
Pada petangnya, apabila isteri dan keenam orang kakaknya pulang dari sawah, Lenggai tidak memberitahu mereka apa yang telah dilakukannya. Semasa waktu makan, Lenggai kelihatan sedih dan bimbang. Dia makan sedikit sahaja. Bungsu Bintang Banyak mengesyaki sesuatu yang tidak diingini telah berlaku. Dia segera bertanya kepada Lenggai:
"Suamiku, adakah abang membuka tajau itu?"
Lenggai hanya mendiamkan diri. Setelah disoal beberapa kali akhirnya Lenggai mengaku membuka tajau itu dan menceritakan apa yang telah dilihatnya.
"Isteriku, kejadian itulah yang mengganggu fikiranku," Lenggai menjelaskan.
"Oh suamiku, bukankah telah kuberitahu supaya jangan membuka penutup tajau itu? Abang telah melakukan sesuatu yang tidak dapat dimaafkan," Bungsu Bintang Banyak berkata dalam tangisan.
"Sekarang abang tidak dapat lagi tinggal bersama kami."
Bongsu Bintang Banyak menangis teresak-esak sambil menimang anaknya.
"Anakku, oh anakku, tidak pernah ibu terfikir kita akan berpisah. Sekarang sudah tibalah masanya. Oh! Betapa beratnya penderitaanku," tangis Bungsu Bintang Banyak.
Maka pada keesokan harinya isteri Lenggai dan keenam orang kakaknya menyediakan persiapan untuk menurunkan Lenggai dan anaknya ke bumi melalui mulut tajau itu. Mereka semua bertangis-tangisan. Sebelum berpisah, kakak Bungsu Bintang Banyak yang tertua menjelaskan selanjutnya:
"Lenggai, tahulah kamu bahawa kami berasal dari Bintang Tujuh. Kami memberi petunjuk kepada peladang di bumi. Carilah kami dalam kegelapan sebelum terbit fajar. Apabila kamu ternampak kami di langit, mulalah segera menanam padi."
Jika kami telah tidak lagi kelihatan di langit apabila kamu mula menanam, maka hasilnya tidak akan banyak, malahan apa jua yang kamu tanam tidak akan memberi hasil. Semasa berada di sini, kami telah melihat kami tidak pernah tinggal di rumah hanya Bungsu Bintang Banyak sahaja yang berada di rumah.Bungsu Bintang Banyak juga mengingatkan suaminya supaya menurut nasihat kakaknya itu dan menceritakan pula kepada anaknya supaya kedudukan Bintang Tujuh akan sentiasa menjadi petunjuk kepada petani di bumi.
Setibanya di bumi, Lenggai menceritakan semua pengalaman yang dialaminya kepada orang-orang kampung. Dia menceritakannya dari masa dia meninggalkan kampung untuk mencari buah ajaib sehinggalah masa dia berkahwin dengan adik bungsu Bintang Tujuh.Semenjak hari itu, kononnya, padi akan mula ditanam apabila kelihatan Bintang Tujuh mengerdip di langit.

Keledai dengan serigala.

Pada suatu pagi,seekor keldai pergi meragut rumput di sebuah padang rumput yang luas.Ia meragut rumput dengan gembira kerana rumput di situ sunguh segar.Lagipun tiada haiwan lain di di situ,jadiia dapat meragut rumput dengan senang hati.
‘’Oh,beruntung sungguh aku hari ini!’’Setelah kenyang, keldai mamandang sekeliling,tiba-tiba ia ternampak seekor serigala yang kelaparansedang menuju ke arahnya….
“Apakah yang harus aku buat sekarang? Kalau aku lari,tentu serigala itu Berjaya mengejar aku,”rungut keldai yang ketakutan itu.Tiba-tiba keldai mendapat idea. Keldai memberanikan diri. Ia berpura-pura berjalan dengan selamba kea rah seringala.
“Apakah yang sedang berlaku?Mengapa kamu tidak lai sebaiksahaja ternampak aku?’’tanya serigala yang kehairanan.Tiada gunanya aku lari kerana kamu tetap akan buru dan menangkap aku.Akhirnya aku akan jadi makanan kamu juga.’’Kata keldai dengan berani.
‘’Betul juga cakap kamu.Kalau kamu terlepas hari ini,esok atau lusa kamu akan jadi mangsa aku juga,’’kata serigala.’’Tapi tiada seronok kalau aku dapat tangkap kamu dengan mudah.Kan lebih seronok kita main kejar-kejar.Kalau aku Berjaya tangkap kamu,aku akan memakan kamu…’’
‘’Baiklah,aku setuju dengan cadangan kamu,’’Kata keldai,’’tapi sebelum kita main kejar-kejar,aku mahu meminta pertolongan kamu.Boleh kah kamu tolong buangkan serpihan duri di dalam kuku kaki belakan aku.’’
‘’Ya,sudah tentu aku akan tolong kamu!’’Kata serigala.Keldai pun menghuluhkan kaki belakangnya ke arah serigala.Ketika serigala cuba memegang kakinya dan menunduk untuk mencabut duri tersebut,keldai pun menendang muka serigala dendang kuat.
‘’Aaaaaahhhhhhh!’’Jerit serigala dengan kuatnya.Disebabkan tendangan keldai itu amat kuat,serigala mengalami kecederaan yang teruk.Hidungnya berdarah dan beberapa batang giginya.Akhirnya ia diri dengan kesakitan yang amat sangat.’’Lain kali ku akan tangkap kamu dan makan kamu!’’jerit serigala dengan marah.

Sabtu, 25 September 2010

"Peri Pegunungan Kumgang"


Zaman dahulu kala, ada sebuah desa bernama Ongnyudong yang terletak di Pegunungan Kumgang. Di belakang desa tersebut berdiri pegunungan batu Chonhwa yang bentuknya menyerupai bunga yang cantik. Di desa tersebut, tinggallah seorang pengumpul kayu muda yang baik hati, namanya Bau. Bau tinggal bersama ibunya yang sudah tua.

Suatu hari, ketika Bau sedang mengumpulkan kayu bakar di dekat gunung, seekor rusa yang terkejut karena dikejar pemburu melompat keluar dari semak-semak. Sebagai orang yang baik hati, Bau menyembunyikan rusa tersebut di antara tumpukan kayu bakarnya hingga pemburu tersebut pergi. Sebagai balas budi, rusa tersebut menceritakan Bau mengenai delapan kolam di pedalaman Pegunungan Kumgang, tempat para peri dari kahyangan mandi.

Beberapa hari kemudian, Bau bersembunyi di antara semak belukar yang mengelilingi kolam yang dimaksud. Saat itu juga, peri-peri dari kahyangan turun ke bumi. Ketika para peri mulai mandi di air yang jernih, Bau perlahan-lahan keluar dari persembunyiannya dan mengambil pakaian milik salah satu dari sekumpulan peri tersebut. Tiba-tiba suara seruling yang terbuat dari giok berbunyi dari angkasa dan para peri pun mulai melayang di udara. Bagaimana pun, tanpa pakaiannya, peri Unbyol tertinggal di bumi dan mulai menangis. Melihat kesedihan sang peri, Bau keluar dari semak-semak untuk menghibur sang peri dan mengajaknya ke rumah Bau.

Sekembalinya dari delapan kolam, Unbyol bertemu dengan ibunda Bau dan mengetahui betapa baik dan penolong seorang Bau. Tidak lama kemudian, Bau memulai hidup baru sebagai istri Bau, membantu Bau di rumah, mengambil air dari sumur, dan menyiapkan makanan. Sepuluh tahun kemudian, Bau dan Unbyol dikaruniai tiga orang anak laki-laki dan mereka mulai terbiasa dengan kehidupan sebuah keluarga.

Pada suatu sore, Unbyol mengobrol dengan Bau. Teringat akan saudari-saudari perinya, Unbyol bertanya apakah dia bisa mencoba pakaian bersayapnya. Bau mengeluarkan pakaian yang dimaksud dari tempatnya disembunyikan dan ketiga anak mereka mendekat ketika ibunya memakai pakaian tersebut. Tiba-tiba, Unbyol mulai melayang. Ketakutan, ketiga anaknya memegang pakaian ibunya. Unbyol pun mulai terbang menuju kahyangan. Di bumi, Bau dan ibunya menangis dalam kekagetan.


Beberapa hari kemudian, Bau bertemu dengan rusa yang pernah ditolongnya di hutan. Bau menemukan cara untuk menyelamatkan istrinya serta ketiga anaknya setelah menemui rusa tersebut. Mengikuti saran si rusa, Bau kembali ke delapan kolam di Pegunungan Kumgang. Di saat yang sama, sebuah sendok perak raksasa turun dari langit untuk mengambil air. Memanfaatkan kesempatan yang ada, Bau meraih sendok tersebut dan mengikutinya kembali ke kahyangan. Bertemu kembali dengan Unbyol dan ketiga anaknya, Bau meyakinkan istrinya itu untuk kembali ke bumi. Akhirnya mereka hidup bahagia sebagai keluarga yang kerja keras dan sejahtera.

Kisah Asal Usul Half Elf


The Story Begins,
pada awal pembentukan einhoren, ada seorang bangsawan muda bangsa Human yang merasa bosan dengan kebiasaan yang ada di Einhoren.
seorang bangsawan yang ternyata seorang pemuda tampan dengan keahlian pedang yang biasa-biasa saja.

suatu hari ketika sedang pergi berburu bersama beberapa pengawalnya, pemuda tersebut tersesat di sebuah hutan di luar einhoren.
berbekal kemampuan pertahanan sebagai seorang Guardian, pemuda tersebut bersama beberapa pengawal yang berstatus Knight berusaha untuk keluar dari hutan.

tidak lama kemudian dalam usahanya mencari jalan keluar, pemuda tersebut bertemu dengan seorang gadis pengembara elf dan beberapa teman-temannya.
gadis elf terkenal dengan kecantikan dan keahliannya dalam penyembuhan dan sebutannya penjaga cahaya.
gadis elf tersebut berjalan melewati grup si pemuda dengan unicorn putih dengan kecepatan yang luar biasa.
merasa memerlukan bantuan, pemuda tersebut berbalik arah dan mengejar elf tersebut diikuti oleh pengawalnya, ternyata pemuda tersebut berharap bisa keluar dari hutan dengan bantuannya.

tidak lama kemudian, gadis elf tersebut tersusul. sang pemuda segera meminta untuk mencarikan jalan keluar dari hutan tersebut.
elf tersebut ternyata seorang templar. bisa dilihat dari caranya menolak permintaan si pemuda. dengan kekerasan...

pemuda tersebut tidak ambil pusing. dia mengikuti kemanapun elf tersebut berjalan.
di jalan mereka berbincang2 dan ternyata penolakan elf tersebut disebabkan oleh karena elf tersebut juga tersesat.
lalu apa artinya mereka berjalan jauh???

mereka terus berjalan hingga pada akhirnya mereka berhenti di sebuah pohon raksasa.
selama berminggu-minggu mereka tersesat dan hanya pohon tersebut yang mereka ingat. sehingga ketika malam mereka kembali ke pohon tersebut.
pohon tersebut mereka beri nama The Great Tree.

waktu terus berjalan... sang pemuda manusia dan gadis elf mulai menyukai satu sama lain.
mereka sadar bahwa tingkatan elf jauh di atas manusia.
elf yang agung... jika bersama dengan manusia akan menurunkan derajatnya. dan itu hal yang sangat tabu.
elf memiliki sifat abadi sedangkan manusia tidak.

pada akhirnya mereka bersama-sama **********SENSOR*****SENSOR****SENSOR*********
dan tidak lama kemudian menghasilkan keturunan yang bukan manusia... bukan juga elf.
sosoknya mirip elf, namun sikap dan perilakunya mencerminkan manusia. bangsa tersebut masih belum memiliki sebutan khusus.
tidak memiliki keahlian khusus... termasuk keahlian pedang maupun sihir.
mereka akhirnya disebut bangsa Half Elf yang artinya Setengah Elf
mengapa bukan Half Human??? mungkin karena sebutan itu kurang keren...

berselang puluhan tahun setelah itu terdapat beberapa dari bangsa half elf mulai belajar cara melindungi diri dari kekuatan alam.
bangsa ini menyadari bahwa mereka bisa berlari lebih cepat dari pendahulunya karena memiliki tubuh ringan seperti elf dan stamina tinggi seperti manusia.
serta pandangan mereka jauh lebih tajam yang membuat mereka bisa melihat dari kejauhan serasa di depan mata.
berbekal kemampuan tersebut, mereka akhirnya membuat sebuah senjata yang disebut "bow" alias panah dan busurnya.

mereka satu per satu mulai memiliki kemampuan memanah yang baik. walaupun harus berlari kesana kemari menjaga jarak saat berburu.
namun jumlah mereka yang mulai bertambah menyebabkan The Great Tree dirasa tidak mampu melindungi semuanya.
mereka akhirnya membangun sebuah kota pemanah yang disebut Kai'non.

bangsa Half Elf dengan kelebihan di bidang jarak pandang mendorong mereka untuk berpetualang dan menyusuri hutan.
mereka pun menemukan kota Einhoren dan kota Vena yang merupakan kota pendahulu mereka.

namun kedua kota tersebut menolak keberadaan mereka karena dianggap aib oleh masing2.
namun juga tidak memusuhi mereka karena mereka adalah keturunan dari bangsa masing2 (manusia dan elf)....

====== THE END ======

Kisah si anak buah Momo


Di zaman dahulu kala, di suatu desa hiduplah sepasang keluarga kakek dan nenek yang tidak memiliki anak.. Suatu hari, seperti biasanya, sang kakek pergi ke hutan mencari kayu bakar sedang sang nenek pergi mencuci di sungai. Tiba tiba sang nenek melihat sebutir buah momo, buah peach hanyut di sungai. Buah momo itu kemudian dibawa pulang. Ketika buah hendak dipotong dan di makan bersama sang kakek, ternyata di dalamnya keluar seorang anak laki laki. Sang kakek dan nenek tentu saja sangat terkejut dan gembira. Mereka kemudian memelihara dan membesarkan anak itu yang diberi nama Momo Tarō karena keluar dari buah momo.

Anak itu tumbuh besar dan kuat. Suatu hari Momo Tarō menyampaikan niatnya pada sang kakek dan nenek untuk bertarung melawan raksasa yang kerap menggangu masyarakat desa. Wlalupun sedih dan khawatir, sang kakek dan nenek memberi ijin dan melepas perjalanan anak itu dengan membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau raksasa, Momotarō secara berturut-turut bertemu dengan beberapa binatang yaitu seekor anjing, monyet, dan burung kiji (Pheasant, sejenis burung phonix ) yang sangat cantik. Binatang ini kemudaian menjadi pengikut dan teman perjalanannya setelah diberi makan kue. Dibantu oleh teman pengikutnya ini Momo Taro berhasil mengalahkan para raksasa dan pulang membawa harta milik raksasa.

Kisah pemuda penyelamat kura kura

Cerita ini adalah tentang balas budi seekor penyu yang diselamatkan oleh seorang pemuda bernama Urashima Tarō. Sebagai rasa terima kasih, penyu itu mengundangnya ke rumahnya di dasar laut. Penyu itu ternyata adalah seorang putri yang sangat cantik dan tinggal di istana bawah lautnya yang sangat besar dan megah. Setelah tinggal selama tiga hari di istana bawah laut , Urushima Tarō berniat untuk pulang. yang akhirnya diijinkan walaupun dengan berat hati. Sebelum pergi sang putri memberinya hadiah sebuah kotak sambil berpesan untuk jangan sekali kali membuka kotak itu.

Urushima Tarō sangat terkejut ketika sampai di daratan, ternyata semuanya sudah berubah. Rumahnya juga sudah tidak ada dan semua penduduk desa tidak seorangpun yang dikenalnya. Akhirnya dari seorang penduduk menjelaskan bahwa dulu dia pernah mendengar cerita seorang warga desa bernama sama Urushima Tarō yang hilang di tengah laut. Orang itu kemudian berbaik hati mengantar Urushima Tarō ke kuburan tempat semua keluarganya yang sudah meninggal dimakamkan. Dalam kesedihan, kesendirian dan kebingungan akhirnya Urushima Tarō membuka kotak yang diberika oleh sang Puteri. Dari kotak keluar asap tipis dan mendadak rambutnya menjadi putih, kulitnya keriput dan tubuhnya menjadi renta akhirnya meninggal dan terjatuh di sebuah lobang yang sepertinya sudah disiapkan oleh keluarganya.

Ternyata keanehan ini disebabkan oleh perbedaan hari antara lautan dan daratan. Menurut perhitungan waktu di dasar samudra, Urushima Tarō hanya tinggal selama beberapa hari saja. Namun menurut waktu di daratan adalah 700 tahun.

Note : cerita Urushima Tarō ini mempunyai banyak versi. Versi lengkapnya silakan dilihat wikipedia . Cerita yang saya tulis di atas adalah berdasarkan sebuah buku yang saya baca dulu dan kurang tahu entah versi mana.

Jumat, 24 September 2010

Scylla dan Charybdis


Dahulu kala, seorang peri yang cantik lahir dari dewa agung laut, Poseidon. Namanya adalah Charybdis. la mencintai dan mengagumi ayahnya dengan sepenuh hati. Jadi, ketika Poseidon pergi berperang dengan dewa agung Zeus dan menciptakan badai besar, Charybdis menaiki ombak pasang, memimpin air ke pantai. Dengan demikian laut menelan desa, ladang, hutan dan kota, menaklukannya untuk dewa laut.

Setelah beberapa waktu, Charybdis telah memenangkan banyak tanah untuk kerajaan ayahnya, dan Zeus menjadi marah padanya. la bersumpah untuk menghentikan dia untuk selamanya, dan untuk melakukan ini ia mengutuknya menjadi monster - bermulut besar menganga; lengan dan tungkai kakinya menjadi kelepak renang.

Sejak saat itu Charybdis terpaksa hidup di dalam gua di bawah sebuah pohon ara di sebuah pulau kecil di Selat Messina. Setiap hari, tiga kali sehari, Charybdis menghisap berliter-liter air laut, dan kadang-kadang kapal yang lewatpun terhisap bersama air. Ketika Charybdis menelan, ia menciptakan suatu pusaran air. Orang yang melihat ke bawah pusaran air dapat melihat bebatuan di bawahnya; para pelaut dapat mendengar raungan yang mengerikan ketika ia memuntahkan air, menciptakan arus putar yang tak henti dan berbahaya. Ratusan pelaut tenggelam di dalam air ganas yang diguncang oleh kemarahan Charybdis.

Disisi lain dari selat kecil antara Itali dan Sicilia ini hidup monster lain, Scylla. Seperti Charybdis, dulunya Scylla juga bukan monster. la lahir sebagai peri - puteri dari Phorcys - tetapi suatu hari, Glaucus, seorang nelayan yang telah berubah menjadi seorang dewa laut, jatuh cinta padanya. Scylla tidak membalas cintanya dan melarikan diri darinya. Karena putus asa dan ingin meyakinkan dia bahwa ia mencintainya, Glaucus pergi menemui dukun Circe. Di sana ia meminta ramuan cinta yang dapat melumerkan hati Scylla.

Malangnya, ketika Glaucus menceritakan kisah cintanya kepada Circe yang sudah tua, dukun ini jatuh cinta kepadanya. la berusaha meyakinkan Glaucus untuk melupakan Scylla dan untuk jatuh cinta kepadanya, tetapi Glaucus tidak mengacuhkannya; hatinya milik sang peri. Ini membuat Circe marah. Untuk menghukum saingannya, ia menyiapkan sebotol racun dan menuangkannya ke kolam di mana Scylla mandi.

Begitu Scylla berjalan memasuki kolam untuk mandi, ia berubah menjadi monster yang menakutkan dengan enam kepala, masing-masing dengan tiga baris gigi yang lebih tajam daripada pisau. Sekarang ia tidak cantik lagi tetapi adalah mahluk yang sangat besar dengan 12 kaki dan tubuh yang terdiri dari anjing-anjing yang menyalak mengerikan. Karena tidak bisa bergerak, ia tinggal di dalam penderitaan di sebuah celah di bawah laut dan menghantam semua kapal yang lewat.
Manakala sebuah kapal berlayar terlalu dekat, setiap kepala Scylla menyerang seorang anggota pelaut dan menghancurkannya di dalam mulutnya yang mengerikan.

Sejak Charybdis tinggal di salah satu sisi selat biru itu, Scylla tinggal di sisi lainnya. Kedua monster itu menjadi bencana bagi semua pelaut. Setiap orang mempunyai kisah tentang teror yang ditimbulkan oleh mereka. Kedua sisi selat itu begitu dekat sehingga mereka yang mencoba menghindari Scylla akan berlayar terlalu dekat dengan Charybdis, sehingga beresiko terjurumus ke dalam pusaran air. Tetapi mereka yang berusaha menghindari Charybdis akan bergerak terlalu dekat kepada Scylla, dan banyak yang punah di dalam terkaman giginya.

Di antara mereka yang berurusan dengan kedua monster itu adalah Odysseus yang agung - seorang pelaut yang berani dan cerdas - dan juga beruntung, karena para dewa melindunginya. Circe telah memperingatkan Odysseus dan krunya tentang kedua monster itu. Mengetahui hal ini, Odysseus
percaya bahwa ia bisa lewat dengan aman, dan ketika dia dan kru-nya mendekati selat, mereka sangat siaga, mewaspadai gemuruh pusaran arus air ketika Charybdis menelan; suara gemuruhnya menyiapkan dia untuk menjaga jarak.

Malangnya, terlepas dari seberapa keras mereka berusaha, mereka tidak dapat mengamati Scylla, yang tersembunyi di bawah laut. Dan ketika mereka dapat melewati Charybdis dengan aman, Scylla muncul dengan kepala-kepalanya yang mengerikan. Dengan setiap mulutnya, ia menangkap pelaut, dan keenam pria itu menjerit ketakutan ketika Scylla menyeretnya ke bawah laut.

Odysseus belum pernah melihat pemandangan yang lebih mengerikan dari pemandangan itu. la berdiri tanpa daya di geladak, tak mampu menyelamatkan orang-orangnya. Hatinya hancur ketika ia mendengar gema jeritan setelah Scylla menangkap mereka. Tentu saja ini bukan akhir dari kesulitannya - ia masih harus menghadapi pulau matahari, dengan kelaparan dan kutukannya, angin busuk dan badainya.

Petir segera menghancurkan layarnya, dan kapalnya terbelah berkeping-keping. Terjebak di atas sebuah rakit, sekali lagi Odysseus terbawa ke selat untuk menghadapi Charybdis dan Scylla. Kali ini ia lewat terlalu dekat dengan Charybdis, dan dengan satu hisapan besar, ia menelan rakitnya. Tetapi, pelaut yang pandai ini melompat menyelamatkan diri dengan berpegangan ke pohon ara yang menonjol di tebing.

Ketika akhirnya Charybdis memuntahkan rakitnya yang sudah patah, Odysseus menjatuhkan diri ke salah satu papannya dan mendayung dengan tangan ke luar dari selat. Begitulah caranya ia selamat, tidak seperti banyak orang lain.

Sampai hari ini, monster-monster laut masih menjadi teror bagi semua pelaut yang lewat dan menjadi sumber dari banyak kisah. Sekarang ini mereka lebih tenang, tetapi laki-laki dan perempuan laut sejati akan memahami bahaya yang mengintai di bawah air, tak nampak tetapi tak lekang dari ingatan.

Kisah Seorang Pahlawan Dengan Kuda Bersayap

I. Bellerophon, pahlawan dari Korinthos

Bellerophon adalah putra Glaukus, raja Korinthos, dan terlahir dengan nama Hipponus. Tetapi saat ia membunuh bandit kejam bernama Bellerus di masa mudanya, semua orang melupakan nama aslinya dan memanggilnya dengan nama Bellerophon, yang berarti si “pembunuh Bellerus.”

Semua penduduk kota memuji tindakan sang pahlawan, tetapi sang dewa perang, Ares, tidak menyukainya dan menuntut pemuda itu dihukum. Bellerophon kemudian diasingkan dari Korinthos dan tiba di Tyrins yang saat itu diperintah oleh Prutus, putra Abas. Prutus menyambut Bellerophon dengan hangat dan menerimanya di kota itu. Untuk membalas budi sang raja, Bellerophon mengabdi di Tyrins dan melakukan tugas-tugas yang diberikan dengan baik sehingga raja Tyrins itu pun kagum padanya.

Namun sialnya, Bellerophon dianugerahi wajah setampan para dewa hingga mencuri perhatian sang ratu Tyrins, Stenebua, istri Prutus. Semakin hari rasa suka Stenebua bertambah besar hingga suatu hari, saat Prutus tidak ada, ia menyatakan perasaan penuh cintanya itu kepada Bellerophon. Tetapi sang pahlawan tidak menanggapinya. Bagaimana mungkin ia dapat menerima cinta sang ratu sementara ia berkhianat pada Prutus yang telah memberinya tempat bernaung selama ini? Bahkan dalam pikirannya yang paling dalam sang pahlawan tidak pernah berniat melakukan perbuatan khianat seperti itu.

Stenebua yang mendapat penolakan dari Bellerophon berbalik dari semula mencintai menjadi membenci pemuda tampan itu. Saat Prutus kembali ke Tyrins, Stenebua mengadu bahwa Bellerophon telah merayunya dan berusaha memperkosanya.

Prutus terperanjat kaget, sama sekali tidak mengira, pemuda yang telah ia percayai itu telah berbuat keji, tetapi ia percaya pada kata-kata istrinya dan bellerophon harus dibunuh atas perbuatan memalukan itu. Tetapi karena sang raja tidak ingin membunuh dengan tangannya sendiri, ia menulis surat untuk ayah Stenebua, raja Iobates dari Lykia yang isinya: “Pembawa surat ini mencoba menodai putrimu. Bunuhlah dia.”

Ia menyegel surat itu dengan hati-hati lalu memanggil Bellerophon dan menyuruhnya pergi ke Lykia untuk menyerahkan surat itu kepada Iobates. Tanpa curiga, Bellerophon menerima surat itu dan berangkat menuju Lykia.

Di Lykia, begitu tahu Bellerophon diutus oleh menantunya sendiri, raja Iobates sangat senang dan tanpa membuka surat dari Prutus terlebih dahulu, ia menyambut pemuda itu dengan pesta meriah selama sembilan hari sembilan malam. Baru pada hari kesepuluh, Iobates teringat pada surat yang dibawa oleh Bellerophon.

Ia membuka segel surat itu dan membaca sebaris kalimat yang tertulis di dalamnya… Segera senyuman lenyap dari bibirnya, darahnya menggelegak dan mukanya merah padam. Pemuda yang ia telah sambut dengan pesta besar selama sembilan hari adalah orang yang berusaha memperkosa putrinya!

Tetapi seperti halnya Prutus, Iobates juga tidak ingin membunuh Bellerophon karena adat keramah tamahan dalam menyambut tamu melarang hal itu. Maka ia memberikan tugas yang sangat berbahaya kepada Bellerophon dengan harapan ia akan terbunuh dalam tugasnya itu. Iobates meminta Bellerophon untuk memburu Khimaira dan membunuhnya.

Khimaira adalah monster mengerikan yang hidup di Lykia dan memiliki tiga buah kepala yang berbeda. Monster ini memiliki kepala singa di depan tubuhnya, kepala kambing di punggungnya dan kepala naga di ekornya. Dari ketiga kepala ini yang paling berbahaya adalah kepala kambing yang bisa menyemburkan api dari mulutnya. Tak kuasa untuk menolak permintaan sang raja, Bellerophon menyanggupi melaksanakan tugas itu.

Tapi bagaimana ia bisa mengalahkan monster itu? Bellerophon kemudian meminta nasehat pada seorang peramal bijak, Polyedus, yang memberi tahu bahwa Khimaira hanya bisa dibunuh oleh orang yang dapat mengendarai Pegasus, kuda bersayap putra Poseidon yang lahir dari kepala Medusa yang dipenggal oleh Perseus. Sayangnya, tak seorangpun manusia mengetahui keberadaan Pegasus karena kuda itu memang menghindari manusia. Hanya dewi-dewi Musae, putri-putri Zeus, yang konon mengetahui dimana Pegasus berada. Mereka tinggal di Gunung Helikon yang berhutan lebat dan kesanalah Bellerophon pergi untuk menemui dewi-dewi Musae.

Setelah menembus kerimbunan hutan, Bellerophon mendengar suara seperti nyanyian dan ia mendekati sumber suara tersebut. Di sebuah mata air di bagian hutan paling dalam, ia berhasil menjumpai tiga dewi Musae dan mengutarakan maksudnya. Sayang ia sedikit terlambat, karena menurut dewi-dewi itu, Pegasus baru saja pergi dari hutan itu setelah ia membuat mata air dengan kuku-kuku kakinya (sampai saat ini di hutan Helikon ada sebuah mata air yang diberi nama Mata Air Kuda yang konon dibuat oleh kaki-kaki Pegasus-pen).

“Pergilah ke Akrokorinthos, di dalam hutannya ada sebuah mata air yang bernama Mata Air Pyrene dan Pegasus sedang berada disana. Tetapi berhati-hatilah, Pegasus tidak akan membiarkan setiap manusia mendekatinya, apalagi menungganginya,” demikianlah saran dari dewi-dewi Musae

Setelah berterimakasih kepada dewi-dewi Musae, Bellerophon berangkat ke Akrokoronthos. Dalam perjalanan, ia melewati kuil Athena dan berdoa kepada sang dewi agar ia dibantu untuk menemukan dan menunggangi Pegasus. Karena hari sudah menjelang malam, sang pahlawan memutuskan untuk bermalam di dekat kuil dan jatuh tertidur beberapa saat kemudian. Ia bermimpi berjumpa dengan Athena sendiri yang menggenggam tali kekang kuda berwarna emas.

“Bellerophon putra Poseidon,” Athena memanggil pemuda itu.

“Tetapi aku bukan putra Poseidon, “ jawab Bellerophon.

“Bellerophon putra Poseidon, “ulang Athena,” Pegasus adalah saudaramu, karena ia adalah putra Poseidon sepertimu. Tetapi walaupun kalian bersaudara tidak berarti kau akan mudah untuk menundukkannya. Setelah kau jinakkan, kalungkan tali kekang kuda ini di lehernya, maka ia akan menuruti perintahmu.”

Setelah berkata-kata Athena lenyap dan Bellerophon terbangun dari mimpinya. Ia sangat kecewa begitu tahu itu semua hanya mimpi. Tetapi saat ia berdiri, ia melihat sebuah tali kekang kuda berwarna emas di tempat ia tidur semalam. Dengan gembira karena permohonannya dikabulkan Athena, ia melanjutkan perjalanan sampai ke Mata Air Pyrene di Akrokorinthos.

Di lokasi itu, Bellerophon bersembunyi di balik semak dan menanti kedatangan Pegasus. Tak berapa lama, dari langit terdengar suara kepak sayap yang aneh. Bellerophon refleks mendongakkan kepalanya dan dengan takjub ia melihat seekor kuda bersayap seputih salju terbang di angkasa dengan anggun…

II. Bellerophon dan Pegasus

Bellerophon telah sampai di mata air Pyrene dan bersembunyi di balik semak saat seekor kuda putih bersayap mendarat persis di depan tempat persembunyiannya. Pegasus, kuda bersayap itu, tidak melihat Bellerophon, tetapi mencium ada manusia di dekatnya. Ia melihat sekeliling dengan gelisah, meringkik buas dan membuka sayapnya lebar-lebar. Bellerophon menunggu Pegasus diam, tetapi kuda itu tidak menunjukkan tanda-tanda menjadi tenang .

Ia lalu mengambil sebuah batu dan melemparkannya melewati punggung Pegasus. Pegasus terkecoh dan menengok kearah jatuhnya batu itu. Saat itu pula, secepat kilat Bellerophon keluar dari semak-semak dan langsung mengalungkan tali kekang pemberian Athena di leher Pegasus sebelum ia sempat bergerak. Sang kuda terkejut, tetapi setelah melihat Bellerophon, ia menjadi jinak dan meringkik bersahabat. Sang pahlawan mengelus leher Pegasus dengan lembut dan menuntunnya untuk minum bersama di mata air Pyrene.

Kemudian Bellerophon naik ke atas punggung Pegasus dan dengan sedikit sentakan sang kuda mengepakkan kedua sayapnya yang besar, membawa Bellerophon melesat ke angkasa. Bellerophon sangat takjub dan ini sungguh pengalaman yang luar biasa dalam hidup sang pahlawan. Ia melihat Bumi di bawah dengan rangkaian gunung-gunung berhutan, sungai-sungai yang berkilau di bawah matahari dan lautan yang dihiasi pulau-pulau. Bellerophon merasakan kekuatan dewa berada di dalam dirinya.

Tak butuh waktu lama bagi Bellerophon dan Pegasus untuk mencapai Lykia. Dari atas punggung Pegasus, Bellerophon menjelajah seluruh wilayah Lykia untuk mencari dimana Khimaira bersarang. Saat ia menemukan hamparan tanah yang gundul dan penuh tulang belulang berserakan, Bellerophon menuntun Pegasus untuk terbang lebih rendah agar bisa melihat dengan jelas.

Saat ia sedang mengamati, tiba-tiba Bellerophon dikejutkan dengan kemunculan Khimaira yang begitu melihat makhluk asing langsung menyemburkan api ke arah Bellerophon. Tetapi dengan sigap, Bellerophon terbang lebih tinggi sehingga ia tidak terjangkau jilatan api Khimaira. Monster mengerikan berkepala tiga itu meraung panjang dan kepala naga di ekornya mendesis liar. Sekali lagi, kepala kambing Khimaira menyemburkan api, tetapi sang pahlawan sudah berada di luar jangkauan api Khimaira.

Kini Bellerophon mengambil anak panah, memasang di busurnya dan membidik monster itu. Dengan cekatan ia melepaskan anak panah dan tepat mengenai tubuh Khimaira yang meraung kesakitan. Tetapi monster itu hanya bisa berputar-putar tanpa sanggup membalas. Bellerophon tak mau kehilangan buruannya, ia terus memanah Khimaira hingga monster itu kehabisan darah dan mati tersungkur di tanah. Bellerophon akhirnya berhasil mengalahkan Khimaira dan kembali ke istana Iobates.

Ketika Iobates melihat Bellerophon kembali hidup-hidup, ia menyusun rencana lain untuk menyingkirkan pemuda itu. Ia mengutus sang pahlawan menumpas gerombolan bandit kejam dari Gunung Tmolos. Tetapi Bellerophon berhasil membunuh semua anggota gerombolan itu dan kembali ke Lykia dengan selamat. Sang raja kembali mengutus Bellerophon untuk berperang melawan prajurit-prajurit wanita Amazon yang tak terkalahkan, tetapi sekali lagi Bellerophon menunaikan tugasnya dengan baik dan tetap hidup.

Raja Iobates tak kehilangan akal. Ia menyuruh sekumpulan prajurit Xanthia yang paling ditakuti untuk menyergap dan membunuh Bellerophon. Di saat sang pahlawan sedang berjalan-jalan sendirian di tepian sungai Xanthus, tiba-tiba prajurit-prajurit Xanthia muncul dan siap menyerangnya. Bellerophon yang berada dalam situasi genting, teringat kata-kata Athena yang pernah memanggilnya “putra Poseidon”. Ia lalu berseru memanggil nama sang dewa laut untuk membantunya dan sesuatu yang ajaib terjadi.

Atas perintah Poseidon, air sungai Xanthus naik, keluar dari jalurnya dan mengalir di belakang langkah Bellerophon. Saat Bellerophon maju, air sungai itu juga maju dan saat ia berhenti, air sungai pun ikut berhenti. Riak-riak air berkecipak di bawah kaki sang pahlawan dan hal ini membuat takut prajurit-parjurit Xanthia yang sebelumnya tak pernah gentar menghadapi apapun. Mereka kabur kocar-kacir, berlarian kearah kota mereka. Bellerohon mengejar mereka dan air sungai bertambah semakin deras mengikuti gerakan maju sang pahlawan.

Raja Iobates tercengang kaget, kalau sampai air masuk ke dalam kota, maka kota beserta seluruh isinya akan tenggelam dan hanyut terbawa air bah. Tetapi semua prajurit dan kaum pria kota itu tanpa rasa malu lari tunggang langgang meninggalkan kota. Hanya tertinggal para wanita, istri dan anak-anak permpuan, yang tanpa rasa gentar maju menghadang Bellerophon. Sang pahlawan sama sekali tidak berniat melukai wanita-wanita itu atau menenggelamkan kota mereka. Ia menahan langkahnya, tetapi Athena menyuruhnya tetap maju melangkah. Dalam benaknya, sang dewi memiliki rencana tersendiri...

Walaupun wanita-wanita itu berteriak, memohon agar Bellerophon berhenti, sang pahlawan tidak menjawab dan terus berjalan ke arah mereka. Air sungai mengalir di sela kaki-kaki Bellerophon dan ombak besar bergulung-gulung di balik punggungnya, tetapi wanita-wanita Xanthia tetap berdiri di tempatnya. Bellerophon semakin dekat dan air mulai menyembur ke arah mereka. Dengan gerakan spontan, para wanita itu, tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, mengangkat gaun mereka tinggi-tinggi, seakan-akan yang terpenting bagi mereka adalah menjaga gaun mereka tetap kering.

Tetapi tindakan wanita-wanita itu justru menyelamatkan mereka dan seluruh kota. Karena, percaya atau tidak, setelah Bellerophon melihat paha wanita-wanita Xanthus, mukanya menjadi merah dan ia membalikkan badannya dengan malu. Pada saat itu pula air sungai ikut berbalik dan mengalir kembali ke jalurnya di sungai Xanthus.

Iobates yang menyaksikan itu semua bertanya-tanya. Timbul keheranan dalam dirinya, bagaimana orang yang mukanya merah padam saat melihat kaki wanita bisa menyerang dan berusaha memperkosa putrinya? Kebenaran pun terungkap. Bellerophon jelas tidak bersalah. Sebagai permintaan maaf dan penghormatan kepada sang pahlawan, raja Iobates menikahkan Bellerophon dengan putri bungsunya dan menunjuknya sebagai pewaris takhta kerajaan.

Untuk kaum wanita di Xanthus, Iobates juga tidak melupakan jasa mereka yang telah menyelamatkan kota. Sebagai penghargaan ia memerintahkan penduduk yang berdiam di sekitar sungai Xanthus berhenti menamai anak-anak mereka dengan nama ayah di belakang nama kecilnya dan menggantinya dengan nama ibu. Maka di daerah itu, sebagai contoh, seorang anak laki-laki tidak dipanggil “Akhilles putra Peleus” tetapi “Akhilles putra Thetis”. Ini adalah kehormatan besar bagi kaum wanita dan pukulan bagi kaum laki-laki Xanthus atas kepengecutan mereka.

Sungai Jodoh

Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang.

Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. “Ular…!” teriak Mah Bongsu ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.

Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib… setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung. Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebih Mak Piah Majikannya.

Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya.. “Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul,” kata Mak Piah. Pak Buntal pun menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. “Bukan memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa hari orang dusun yang penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.

“Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan,” kata Mak Ungkai kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka, Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan bantuan. “Mah Bongsu seorang yang dermawati,” sebut mereka.

Karena merasa tersaingi, Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu. “Wah, ada ular sebesar betis?” gumam Mak Piah. “Dari kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun?” gumamnya lagi. “Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu,” ujar Mak Piah.

Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. “Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu,” pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. “Saya takut! Ular melilit dan menggigitku!” teriak Siti Mayang ketakutan. “Anakku, jangan takut. Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun,” ucap Mak Piah.

Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut. “Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu,” kata ular yang ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya. “Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau berikan padaku,” ungkap ular itu. “Aku ingin melamarmu dan menjadi istriku,” lanjutnya. Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung. Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu diberi nam desa “Tiban” asal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.

Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan tersbut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan ucapan selamat.

Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatok ular berbisa.

Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut “Sungai Jodoh”.

Moral : Sikap tamak, serakah akan mengakibatkan kerugian pada diri sendiri. Sedang sikap menerima apa adanya, mau menghargai orang lain dan rela berkorban demi sesama yang membutuhkan, akan berbuah kebahagiaan.

Mandangin

Di sebuah tempat di daerah Tumbang Manjul tepatnya kurang lebih 43 kilo meter dari Desa Tumbang judul Manjul terdapat mitos tentang sebuah kerajaan makhluk baik.

Konon diceritakan bahwa di Sungai Mandaham desa Tumbang Manjul terdapat gaib yaitu Perek Rango yang dikuasai oleh titisan dari dewa angin.

Pada jaman dahulu sebuah hutan belantara yang tak jauh dari muara Sungai Mandaham hiduplah sepasang suami istri yaitu nyai Rangkas dan Sangkajang.

Nyai Rangkas adalah keturunan dari makhluk gaib yang tinggal di kawasan Bukit Kejayah namun karena ia jatuh cinta dan kimpoi dengan Sakajang keturunan manusia biasa maka ia diusir dari Kerajaan Kejayah. Demi suami tercintanya Sakajang Nyai Rangkas rela meninggalkan keluarganya hingga akhirnya mereka tinggal di hutan dekat muara Sungai Mandaham. Karena saling mencintai hidup pasangan suami istri itu sangat rukun bahagia. Dalam kebersamaan mereka selalu saling membantu dan saling melengkapi kekurangan satu sama lainnya.

Setelah sekian lama bersama akhirnya mereka menyadari bahwa ada yang kurang dari kebahagiaan yang telah mereka nikmati selama ini, karena sudah sekian lama mereka hidup bersama namun pasangan suami istri itu belum juga dikaruniai keturunan. Untuk memperoleh keturunan pasangan suami istri itu rela melakukan apa saja, sudah berbagai macam ramuan mereka gunakan namun belum juga dikarunia seorang anak sampai pada suatu malam Nyai Rangkas bermimpi ia akan mendapatkan keturunan yang dititiskan oleh dewa angin namun untuk memperolehnya ia harus melakukan pada malam bulan purnama, dan ritual pertapaan itu dilakukan di sebuah batu besar di tepi Sungai Mendahan sebelah hulu.

Malam berganti fajar Nyai Rangkas terjaga dari mimpi. Kemudian ia bangun dan keluar dari gubugnya untuk melihat keadaan sekeliling rumah mereka kemudian ia masuk kembali dan duduk di samping suaminya sambil memikirkan mimpinya mendapat keturunan. Tak lama kemudian suaminya bangun dan iapun menghampiri suaminya untuk menceritakan perihal tentang mimpinya itu kepada sang suami tercinta, dan sang suami pun mendengarkan dengan baik cerita istrinya. Namun setelah mendengar cerita dan istrinya, Sakajang merasa resah dan kebingungan menentukan sikap. Di satu sisi ia ingin sekali melihat istrinya bahagia dengan mendapatkan keturunan yang dititiskan oleh dewa angin namun di sisi lain ia tidak tega jika harus membiarkan istrinya sendiri di hutan selama sembilan hari sembilan malam dan hatinyapun tidak ingin berpisah dengan istri tercintanya. Walaupun hanya dalam waktu sebentar. Sebaliknya Nyai Rangkas ingin sekali melaksanakan ritual pertapaan seperti yang ditunjukkan dalam mimpinya, ia merasa sangat yakin kalau ia menjalankan pertapaan tersebut.

Namun sayang suami Nyai Rangkas tidak mengijinkannya untuk pergi bertapa meski ia sudah berkai-kali memohon agar suaminya memberikan ijin sampai pada suatu malam dimana pada malam itu merupakan bulan purnama yang telah ditunggu-tunggu oleh Nyai Rangkas, ia pergi diam-diam dari sisi suaminya yang sedang tidur lelap. Dengan langkah mengendap-endap Nyai Rangkas pergi keluar meninggalkan suaminya menuju hutan dengan menyusuri tepi sungai Mandahan dan untuk mencari batu besar sebagai tempat melakukan ritual pertapaan seperti yang ditunjukkan dalam mimpinya. Karena pada malam itu cahaya bulan terang sekali sehingga Nyai Rangkas tidak mengalami banyak kesulitan dalam perjalanan, sampai akhirnya ia menemukan batu besar seperti yang ada dalam mimpinya.

Setibanya ditempa tujuan Nyai Rangkas mengelilingi batu besar tersebut untuk mencari jalan naik menoleh ke kiri dan tekanan serta sesekali membalikkan badan untuk melihat keadaan di sekitarnya. Sesaat ia tempat kebingungan tiba-tiba terdengar suara seruan “Nyai Rangkas jika kau ingin mendapatkan seorang anak dari titisanku maka lakukanlah ritual pertapaan ditengah batu besar itu selama sembilan hari sembilan malam dengan posisi duduk menghadap arah matahari terbit”.

Mendengar suara seruan itu Nyai Rangkas merasa semakin yakin dengan firasat mimpinya, hingga akhirnya iapun duduk ditengh batu besar tersebut dengan posisi menghadap arah matahari terbit.

Dengan penuh keyakinan Nyai Rangkas melakukan ritual pertapannya, sementara sama suami yang ia tinggalkan panik dan bingung karena melihat isterinya tidak ada di rumah. Ketika hari mulai terang ia mencari isterinya di sekiling rumah tempat mereka tinggal seraya memanggil “Nya, … dimana kamu ! Nyai .. pulanglah ! sang suami terus memanggil nama isterinya sampai matahari hampir terbenam namun ia tak juga menemukan isteri tercinta. Karena hari sudah mulai gelap ia pun kembali pulang ke rumah meski ia sangat khawatir sekali dengan keadaan isterinya.

Malam sudah semakin larut namun Sakajang pun tak mampu memejamkan mata karena memikirkan kemana perginya sang isteri. Ketika melamunkan nasibnya yang sudah ditinggalkan sang isteri tercinta tiba-tiba sekarang teringat akan mimpi isterinya dan keringinannya untuk pergi bertapa mencari keturunan…..

Semalaman Sakajang tak bisa tidur dan pagi-pagi ia pergi ke hutan untuk mencari isterinya. Ia menelusuri hutan tepi sungai mandahan namun anehnya ia tidak menemukan tempat seperti yang diceritakan istrinya, meski demikian ia tetap tidak putus asa sampai akhirnya ia berjalan di sebuah rawa dan bertemu dengan seekor serigala yang sangat buas. Meski demikian Sakajang tetap tegar menghadapinya. Langkah demi langkah serigala buas itu mendekati Sekajang dengan cakar dan taringnya yang panjang seolah-olah siap menerkam hingga akhirnya terjadi perkelahian antara Sekajang dan serigala buas itu. Mereka saling bergelut di tanah rawa yang berlumpur .

Dalam perkelahian itu Sakajang terluka dan jatuh terkapar di atas lumpur sehingga dengan mudah serigala buas itu menerkamnya kembali dan menancapkan taringnya pada bagian tubuh Sakajang hingga akhirnya tewas dan menjadi santapan serigala yang kelaparan tadi. Alangkah malangnya nasib Sakajang, bertujuan pergi mencari istri tercinta namun di perjalanan menjadi mangsa serigala buas.

Hari demi hari berlalu, ritual pertapaan telah dilakukan oleh Nyai Rangkas dengan sempurna, dan ketika ritual itu selesai tiba-tiba angin bertiup dengan sangat kencang, langit tampak bercahaya kemudian terdengar kembali seruan “Nyai Rangkas sekarang kamu telah mendapatkan yang kamu inginkan, tugas kamu adalah memelihara titisanku itu dengan baik karena suatu saat ia akan menjadi pembawa kedamaian bagi sebuah kerajaan yang sedang dalam kekacauan!”

Mendengar suara seruan tersebut Nyai Rangkas merasa semakin yakin kalau ia telah mengandung seorang anak yang dititiskan oleh dewa angin. Karena ritual pertapaan telah selesai maka Nyai Rangkas pun turun dan meninggalkan batu besar itu dengan hati yang berbunga-bunga. Ia kembali menyusuri tepi sungai dan pulang ke rumah dengan harapan memberikan kejutan untuk suami tercintanya.

Setibanya di rumah Nyai Rangkas melihat keadaan rumah sepi, senyap dan berantakan kemudian ia memanggil-manggil suaminya. Abang … abang … abang ada dimana ? saya ada berita gembira untuk abang ! setelah beberapa kali memanggil suaminya Nyai Rangkas tak jua mendengarkan jawaban dari suaminya. Hingga kemudian Nyai Rangkas keluar dan mencari suaminya di sekitar halaman rumah mereka. Karena suaminya tak ditemukan Nyai Rangkaspun pulang kembali ke rumah. Awalnya ia berpikir kalau suaminya hanya pergi sebentar ke hutan untuk mencari makanan atau berburu. Hari demi hari berlalu, sang suami yang dinanti tak jua datang sementara perut Nyai Rangkas semakin membesar dan harapan berkumpul kembali dengan sang suami tercinta sirna, dan perlahan-lahan merasa kesepian dan kehilangan suaminya Nyai Rangkas memutuskan untuk pergi ke hutan untuk mencari suaminya.

Ketika matahari terbit Nyai Rangkas pun berangkat kehutan untuk mencari suaminya dengan membawa bekal seadanya ia bertekad tidak akan pulang tanpa suaminya. Dalam perjalanan menyusuri hutan ia melewati rawa-rawa tempat suaminya tewas diterkam serigala. Saat ia melihat keatas tiba-tiba ada seekor burung hitam menjatuhkan kotorannya iapun merasa kejadian itu pertanda bahwa hal buruk telah terjadi dan seketika pula perasaannya Nyari Rangkas jalan dan tanpa sengaja kakinya tersandung kayu sehingga ia pun terjatuh, dan tanpa sengaja pula tangan Nyai Rangkas tertuju pada sebuah gelang dari batu yang tergeletak di atas tanah, dimana di sekitar gelang tersebut juga terdapat tulang-tulang bangkai manusia. Melihat gelang tersebut Nyai Rangkas berkata dalam hati “Gelang ini adalah milik suamiku, oh dewa apakah yang terjadi pada suamiku” dan kemudian ia berteriak kencang memanggil-manggil suaminya” sekarang …. Suamiku … dimana kamu sekarang !!! karena tak kuasa menahan rasa sedih tubuh Nyai Rangkas gemetar kemudian pingsan.

Tidak tahu datang dari arah mana tiba-tiba datang seorang nenek menghampiri dan membawa Nyai Rangkas ke sebuah Gua. Yang mana gua tersebut tak jauh dari tempat Nyai Rangkas bertapa untuk memohon diberikan seorang anak. Saat sadar Nyai Rangkas merasa heran dan ia tidak tahu dirinya berada dimana. Lalu ia duduk, sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya. Tiba-tiba datang seorang nenek tua membawa segelas air untuk Nyai Rangkas seraya mengatakan “sebaliknya Nyai minum air ini dulu agar badan Nyai lebih segar, dan Nyai jangan teralu banyak bergerak karena badan Nyai masih lemah” Nyai Rangkas pun menjawab “Tapi saya sekarang ada dimana ne dan siap nenek sebenarnya ? dari mana nenek mengetahui nama saya” nenek tua itupun menjawab “nenek ditugaskan oleh dewa angin untuk menjaga Nyai dan anak yang ada dalam kandungan Nyai.”

Nyai rangkas masih bingung dengan kejadian-kejadian yang menimpanya sesaat ia tercengang dan teringat akan suaminya, ia merasa menyesal telah meninggalkan suaminya waktu itu. saat Nyai Rangkas merenungi nasibnya, nenek tua itu datang kembali menghampirinya membawa makanan untuk Nyai Rangkas. Kemudian nenek itu mengatakan “sudahlah Nyai, jangan terlalu sedih kau memikirkan kepergian suamimu, karena itu sudah menjadi takdirnya” Nyai Rangkas menjawab “Tapi ne saya sangat mencintainya! Saya tak mampu hidup tanpanya. “Nenek tua itu menjawab lagi “nenek mengerti dengan perasaan nyai! Tapi yang harus Nyai lakukan sekarang adalah memikirkan keadaan anak yang ada dalam kandungan Nyai”……..

Hari terus berganti, Nyai Rangkas terus menjalani hidupnya di gua bersama nenek tua yang diutus oleh dewa angin untuk menjaga ia dan bayinya. Hingga akhirnya Nyai Rangkas melahirkan seorang anak laki-laki yang mana anak tersebut ia beri nama Mandangin. Bersama nenek tua itu Nyai rangkas merawat dan menjaga Mandangin hingga Mandangin tumbuh menjadi seorang anak yang tampan dan baik hati.

Seiring dengan berjalannya waktu Mandangin tumbuh dewasa. Ia tampan, kuat, dan baik hati serta suka menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongannya, selain itu ia juga sangat berbakti kepada ibunya. Meski memiliki banyak kelebihan mandangin tidak pernah menyombongkan diri dan ia juga tidak pernah mengeluh tidak pernah dalam keadaan serba kekurangan dan tanpa seorang ayah.

Sampai pada suatu hari ketika ia berburu di hutan ia melihat ada sebuah batu besar dan ia merasakan melepas rasa penasarannya mandangin naik keatas batu besar itu. tiba-tiba ia mendengar suara seruan yang ia pun tak tahu suara tersebut datang darimana “Mandangin jika kau ingin mendapatkan kekuatan dan kesaktian, lakukanlah pertapaan di atas batu itu selama satu purnama”, Seketika suara itu menghilang, Mandangin tercengang sesaat kemudian ia pergi meninggalkan batu besar itu dan pulang kembali ke gua dengan membawa hasil buruannya.

Namun sepulangnya dari batu besar itu mandangin tidak berbicara satu katapun kepada ibunya. Wajah dan perilakunya tampak seperti orang kebingungan. Melihat kelakuan Mandangin yang tidak sama seperti hari-hari biasanya Nyai Rangkas mengampiri Mandangin dan bertanya “ada apakah gerangan yang terjadi denganmu anakku ? sepertinya kamu sedang bingung”.

Mendengar pertanyaan ibunya Mandanginpun menceritakan tentang kejadian yang ia alami saat pergi berburu. Mendengar cerita anaknya Nyai Rangkas terdiam. Ia bertanya dalam hati “apakah suara itu adalah suara dewa angin”. Tapi ia mencoba mengalihkan perhatian anaknya dengan mengatakan “mungkin itu hanya halusinasimu saja anakku” Mandangin menjawab mungkin juga ibu”! ia mengiyakan perkataan ibunya meski ia merasa yakin kejadian itu nyata.

Malam semakin larut dan ke adaan sunyi senyap Nyai Rangkas tak bisa tidur karena ia terus memikirkan tentang cerita anaknya. Melihat Nyai Rangkas tidak bisa tidur nenek Kiap menghampirinya dan bertanya “apakah gerangan yang kau pikirkan Nyai ? sampai-sampai kau tak bisa tidur” mendengar pertanyaan nenek Kiap Nyai Rangkas langsung menceritakan kejadian yang dialami oleh Mandangin ketika pergi berburu.

Mendengar cerita itu nenek Kiap berkata kepada Nyai Rangkas “Nyai mungkin sekarang sudah waktunya Nyai membiarkan Mandangin untuk pergi mengembara dan menjalankan takdirnya sebagai pembela kebenaran”. Kemudian Nyai Rangkas bertanya pada nenek Kiap. “Lalu apa yang harus saya lakukan untuk Mandangin Ne” nenek Kiap menjawab “Besok pagi kau siapkan bekal untuk Mandangin dan kau suruh dia pergi mengembara untuk menegakkan kebenaran. Namun sebelum pergi suruh dia bertapa terlebih dahulu selama satu purnama di batu besar seperti yang telah diserukan oleh dewa angin kepadanya.

Malam berganti pagi Nyai Rangkas sibuk menyiapkan bekal untuk Mandangin pergi mengembara. Ketik matahari naik dari ufuk timur Nyai Rangkas menghampiri Mandangin yang baru saja selesai makan. Ia berkata “wahai anakku sekarang kau sudah menjalankan takdirmu. Namun sebelu kau pergi mengembara kau pergi lakukanlah ritual pertapaan seperti yang telah diserukan oleh dewa angin kepadamu agar kamu mendapatkan kesaktian sebagai bekal melindungi diri dan membela kebenaran”. Mandangin menjawab “Tapi bagaimana dengan ibu? Saya tidak tega meninggalkan ibu di sini!”. Mendengar pertanyaan anaknya dengan berat hati Nyai Rangkas mengatakan” sudahlah anakku, jangan kau pikirkan keadaan ibu suatu saat kau pasti akan bertemu lagi dengan ibu”!.

Dengan berat hati pagi itu Nyai Rangkas melepaskan kepergian anaknya tercinta dan mandangin pun pergi meninggalkan gua yang menjadi tempat berteduh selama dalam asuhan ibunya. Dalam perjalanannya menyusuri hutan menuju tempat pertapan tanpa sengaja ia melihat seorang perempuan cantik turun mandi di sungai Mandahan. Walaupun demikian Mandangin tetap berjalan menuju tempat pertapaan setibanya di atas batu besar ia langsung melakukan pertapaan. Hari demi hari berlalu hingga satu purnama pun terlewati. Ketika ritual pertapaan selesai tiba-tiba terdengar suara petir seolah-olah memecah bumi kemudian diiringi dengan angin yang bertiup sangat kencang dan dahsyat pertanda kesaktian telah diperoleh Mandangin.

Sebelum Mandangin meninggalkan pertapaan terdengar suara seruan “Hai Mandangin hari ini telah aku turunkan kesaktianku padamu, gunakanlah kesaktian itu untuk membela kebenaran”. Sesaat setelah suara seruan hilang Mandangin pergi dan meninggalkan tempat pertapan dan memulai perjalanannya untuk mengembara. Ia terus berjalan menyusuri hutan tepi sungai Mandahan hingga akhirnya ia masuk ke sebuah kampung yang bernama Perek Rango. Kampung itu dikuasai oleh seorang penguasa yang bernama Tuman ia sangat jahat dan kejam serta suka menindas lain.

Di kampung itu tidak ada lagi kedamaian semua penduduk tampak ketakutan ketika melihat Tuman dan gerombolannya. Meski demikian Mandangin tetap berjalan menyusri kampung untuk mencari tempat peristirahatan. Ketika sedang duduk melepas lelah di sebuah pondok kecil, tiba-tiba mandangin melihat seorang gadis berjalan melintasi di hadapannya. Yang mana perempuan itu adalah istri dari Tuman sang penguasa yang kejam. Sesat Mandangin tercengang dan merasa wajah perempuan itu tak asing lagi. Dan ternyata perempuan itu adalah orang yang ia lihat turun mandi di Sungai Mandahan ketika ia hendak pergi bertapa……

Angin bertiup sepoi-sepoi udara menjadi semakin sejuk menambah kenikmatan suasana pada sore itu. belum puas melihat suasana tiba-tiba datang gerombolan Tuman yang tampak beringas dan kejam dengan menyeret beberapa warga dan menggotong tiga orang perempuan desa.

Meski sampbil teriak mereka tampak tak berdaya melawan kekuasaan gerombolan tersebut. Melihat keadaan itu Mandangin langsung berdiri dan menghampiri gerombolan itu seraya mengatakan “salah seorang dari gerombolan itu menjawab “Siapa kamu berani-beraninya kamu menantang kami”! Mandangin menjawab “aku adalah Mandangin dan aku tidak suka melihat ketidakadilan”.

Mendengar perkataan Mandangin para gerombolan itu marah dan menghadang Mandangin dengan mandau. Namun Mandangin tidak takut meski ia punya senjata hingga akhirnya perkelahianpun terjadi. Mandangin menghantam gerombolan itu dengan jurus-jurusnya hingga sebagian jatuh terkapar dan terluka karena merasa tak mampu melawan mandangin gerombolan itu pergi dan melaporkan kejadian itu kepada penguasa kampung yaitu si Tuman.

Mendengar cerita itu Tuman marah dan mengambil senjata pusakanya kemudian mencari Mandangin yang berani menantang kekuasaannya dengan diikuti oleh beberapa gerombolannya. Sampai akhirnya ia menemukan Mandangin di sebuah rumah makan.

Tanpa basa-basi Tuman langsung menghadang Mandangin dengan senjata pusakanya. Namun Mandangin tidak menanggapinya hingga akhirnya Tuman memukulnya dan iapun menghela untuk membela diri. Dengan beringas Tuman terus memukul Mandangin. Karena sudah tidak tahan dengan perlakuan Toman Mandangin melakukan perlawanan dan perkalahian terjadi dengan sangat sengit.

Mereka saling adu kekuatan sihir hingga akhirnya Tuman kehabisan energi karena terkena pukulan maut Mandangin. Ketika Tuman tak berdaya tiba-tiba datang seorang perempuan menikamnya dari belakang dengan menggunakan sebuah belati. Dan ternyata perempuan itu adalah korban keserakahan dan nafsu birahi Tuman. Saat melihat wajah perempuan itu Mandangin teringat kembali dengan perempuan yang ia lihat turun mandi di Sungai Mandahan. Namun ia tetap tak menyapanya. Ia hanya mampu memandang dari kejauhan.

Melihat Tuman sudah mati masyarakat beramai-ramai menghampiri Mandangin, mereka mengucapkan terimakasih karena Mandangin mampu mengalahkan Toman dan membebaskan mereka dari cengkraman dan kekuasaan sebagai ucapan terimakasih masyarakat bersepakat mengangkat Mandangin untuk menjadi pemimpin dan pelindung mereka dari kejahatan.

Karena sebagian besar masyarakat penghuni wilayah Perek Ranggo memintanya memintanya memimpin daerah itu maka Mandangin tak mampu menolaknya hingga akhirnya ia menjadi pemimpin wilayah Perek Rango yang arif dan bijaksana sesuai dengan harapan ibunya tercinta.

Semenjak dipimpin oleh Mandangin daerah Perek Rango menjadi daerah yang aman dan penuh kedamaian yang semua itu dapat dilihat dari wajah-wajah penduduk yang memancarkan keceriaan dan kebahagiaan.

Setiap hari Mandangin selalu teringat dengan wajah perempuan cantik yang ia lihat turun mandi di Sungai Mandahan. Untuk menghapus rasa penasarannya terhadap perempuan itu ia datang ke rumah perempuan itu dan mengambil perempuan itu untuk menjadi isterinya. Karena Mandangin, adalah seorang pria yang tampan dan bijaksana sehingga tak ada perempuan yang mampu menolak lamarannya.

Akhirnya Mandangin dan perempuan itu menikah dan membina rumah tangga yang bahagia bersama keturunannya.
Daerah Perek Rango selalu dikuasai oleh keturunan Mandangin secara turun temurun dan daerah itu selalu dalam keadaan damai hingga sekarang.

Konon katanya jika kita ingin melihat daerah itu harus melakukan pertapaan di sebuah batu besar tempat pertapaan Nyai Rangkas dan Mandangin.***